TUGAS SOFTSKILL BAHASA INDONESIA
MUKHLASIN
25211028
3EB10
RFID (bahasa Inggris: Radio Frequency Identification) atau Identifikasi Frekuensi Radio adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. Label atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca hingga beberapa meter jauhnya. Sistem pembaca RFID tidak memerlukan kontak langsung seperti sistem pembaca kode batang (bahasa Inggris: barcode).
MUKHLASIN
25211028
3EB10
Pemasangan
RFID
RFID (bahasa Inggris: Radio Frequency Identification) atau Identifikasi Frekuensi Radio adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. Label atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca hingga beberapa meter jauhnya. Sistem pembaca RFID tidak memerlukan kontak langsung seperti sistem pembaca kode batang (bahasa Inggris: barcode).
Label
RFID terdiri atas mikrochip silikon dan antena. Beberapa ukuran label RFID dapat mendekati
ukuran sekecil butir beras.
Label
yang pasif tidak membutuhkan sumber
tenaga, sedangkan label yang aktif membutuhkan sumber tenaga
untuk dapat berfungsi.
Jenis Label RFID
Ada
tiga jenis label RFID: label RFID aktif, label RFID pasif, dan label RFID semi-pasif.
- Label RFID aktif biasanya lebih besar dan lebih mahal untuk diproduksi karena memerlukan sumber listrik. Label RFID aktif memancarkan sinyalnya ke pembaca label dan biasanya lebih andal dan akurat daripada label RFID pasif. Label RFID aktif memiliki sinyal lebih kuat sehingga dapat digunakan pemakaiannya di lingkungan yang sulit terjangkau seperti di bawah air, atau dari jauh untuk mengirimkan data.
2.
Label Pasif RFID tidak memiliki
pasokan listrik internal dan bergantung pada pembaca RFID
untuk mengirimkan data. Sebuah arus listrik kecil diterima melalui gelombang radio oleh antena RFID dan daya CMOS hanya cukup untuk
mengirimkan tanggapan. Label Pasif RFID lebih cocok
untuk lingkungan pergudangan di mana tidak ada banyak gangguan dan jarak yang
relatif pendek (biasanya berkisar dari beberapa inci sampai beberapa meter). Karena tidak ada sumber
daya internal, label pasif RFID lebih kecil dan lebih murah untuk diproduksi.
3. Label Semi-pasif RFID mirip
dengan label RFID aktif. Label semi-pasif RFID memiliki
sumber daya internal, tetapi tidak memancarkan sinyal sampai pembaca RFID
mentransmisikannya terlebih dahulu.[1]
Aplikasi
Sebuah
label RFID dapat ditempelkan ke sebuah obyek dan digunakan
untuk melacak dan mengelola inventaris, aset, orang, dan lain-lain.
Sebagai contoh, label RFID bisa ditempelkan di
mobil, peralatan komputer, buku-buku, ponsel, dan lain-lain.
RFID
menawarkan keunggulan dibandingkan sistem manual atau penggunaan kode batang. Label dapat dibaca jika melewati
dekat pembaca label, bahkan jika pembaca tertutup oleh objek atau tidak
terlihat. Label dapat dibaca di dalam sebuah wadah, karton, kotak atau
lainnya. Label RFID dapat membaca ratusan pada satu waktu, sedangkan kode batang hanya dapat dibaca satu per satu.
RFID
dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti:
- Manajement Akses
- Pelacakan barang
- Pengumpulan dan pembayaran toll tanpa kontak langsung
- Mesin pembaca dokumen berjalan
- Pelacakan identitas untuk memverifikasi keaslian
- Pelacakan bagasi di bandara
RFID
merupakan sebuah metode identifikasi secara otomatis dengan menggunakan suatu
piranti yang disebut RFID tag atau transponder, bisa dipasang atau dimasukkan
di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk
identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID terdiri atas mikrochip
silikon dan antena. Label yang pasif tidak membutuhkan sumber tenaga, sedangkan
label yang aktif membutuhkan sumber tenaga untuk dapat berfungsi..
Indentifikasi oleh RFID ini tentu saja tidak seperti barcode barang-barang di
supermarket yang harus dipindai satu-satu, RFID menggunakan komunikasi
gelombang radio untuk secara unik mengidentifikasi objek atau seseorang.
Teknologi ini menciptakan cara otomatis untuk mengumpulkan informasi waktu,
atau transaksi pembelian BBM bersubsidi dengan cepat, mudah tanpa human error.
RFID menyediakan hubungan ke data dengan jarak tertentu tanpa harus melihat
secara langsung, dan tidak terpengaruh lingkungan yang berbahaya seperti halnya
barcode. Identifikasi RFID bukan sekedar kode identifikasi, sebagai pembawa
data, tetapi dapat di tulis dan diperbarui data di dalamnya dalam keadaan
bergerak.
Sederhananya,
RFID ini mampu menghimpun data pembelian BBM bersubsidi tiap-tiap angkutan umum
yang dipasangi RFID bahkan membatasinya. Data tersebut dijadikan sebagai bentuk
pengawasan pemerintah agar BBM bersubsidi benar-benar digunakan oleh
orang-orang yang berhak. Namun, ada beberapa catatan penting dari saya mengenai
rekomendasi kebijakan yang satu ini, pertama, masalah anggaran program.
Karena perangkat RFID ini merupakan investasi pemerintah, artinya pemerintah
yang menggelontorkan dana yang cukup besar untuk membeli perangkat-perangkat
RFID, jika satu chip RFID harganya bisa mencapai 450ribu maka untuk uji coba 50
angkot saja pemerintah harus mengeluarkan 22,5juta rupiah, bagaimana jika 500
angkutan umum di Jakarta, atau bahkan angkutan umum se Indonesia ini
dipasang RFID? Tentu ini bukan biaya yang sedikit. Dari segi infrastruktur pun
mengintegrasikan RFID dengan back-end system bukanlah perkara ringan.
Pemerintah membutuhkan lapisan middleware RFID yang handal untuk memuluskan
aliran data dari RFID reader menuju aplikasi-aplikasi enterprise seperti
warehouse management, serta aplikasi enterprise lainnya.
Kedua, pengawasan di lapangan.
Pemerintah belum memperhatikan bagaimana pengawasan jika ternyata RFID yang
dipasang di angkutan-angkutan umum tersebut dirusak, dihilangkan atau bahkan
dijual kembali. Tentu saja pengaturan sanksi untuk hal ini menjadi penting
sekali. Ketiga, mekanisme kerja operator. Mekanisme kerja operator di
lapangan untuk memonitor volume BBM bersubsidi yang sudah diserap oleh
kendaraan pelat kuning belum jelas. Ketika seorang operator berhasil menemukan
data sebuah angkutan umum yang berlebihan dalam membeli BBM bersubsidi,
tindakan seperti apa yang akan dikenakan pada angkutan umum tersebut.
Operator sebaiknya bukanlah petugas SPBU karena petugas SPBU hanyalah
subjek yang mengaliri BBM bersubsidi, bukan pemberi keputusan.
Keempat, program ini sesungguhnya
belum sepenuhnya menyentuh tujuan utama, yakni membatasi penggunaan BBM
bersubsidi dan mengatasi kelangkaan BBM bersubsidi. Program ini hanya mampu
mendeteksi kewajaran atau ketidakwajaran angkutan umum dalam membeli BBM
bersubsidi, artinya memang lebih menekankan pada pemerataan hak penikmat BBM
bersubsidi. Program ini juga nampaknya belum bisa menyelesaikan persoalan pelik
terkait spekulan dan penimbun BBM bersubsidi baik di tingkat pusat maupun di
daerah-daerah.
Dalam
kenyataannya, program pemasangan RFID sebagai alat pendeteksi konsumsi BBM
bersubsidi ini memang baru memasuki tahap uji coba. Artinya, uji coba ini
semata-mata bersifat perkiraan berdasarkan analisis dan pertimbangan logika
dari Kementerian ESDM dan tim kajian pembatasan BBM terkait masalah ini.
Perkiraan mereka sangatlah penting, terutama untuk menilai kelayakan
dasar-dasar konsep dan desain program ke depannya. Kelayakan praktis juga bisa
dilakukan oleh tim kajian pembatasan BBM karena mereka juga mempunyai
pengalaman dan wawasan praktik yang cukup luas. Uji coba ini diperlukan untuk
melihat kelayakan pemasangan RFID secara lebih makro, sementara uji coba dengan
lokasi di Jakarta akan mendapatkan informasi kelayakan program secara mikro
untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum dan mempertimbangkan apakah
program ini akan dilanjutkan atau dihentikan.
Dengan
demikian, program pemasangan RFID pada angkutan umum ini perlu dicermati
kembali layak atau tidaknya serta akibat yang dapat ditimbulkannya dalam proses
implementasi. Dalam proses analisisnya, kita perlu memproyeksikan hasil dari
program pemasangan RFID baik luaran (ouput) maupun dampak (impact). Yang perlu
diingat pula jika kemudian pemasangan RFID ini dimassalkan se-Indonesia, tentu
akan menimbulkan dampak dan tingkat konsekuensi yang berbeda antara satu daerah
dengan daerah lain mengingat perbedaan dimensi tempat dan waktu. Konsekuensi
lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah timbulnya resistensi atau penolakan
serta perilaku negatif dalam proses implementasi program ini.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar