Halaman

Senin, 07 Januari 2013

Jurnal 5 Review 1 : Abstrak


PENCIPTAAN KEPERCAYAAN BERSAMA MELALUI ORGANISASI KOPERASI DAN INOVASI

Niniek F. Lantara

Abstract : if there is effort body which is full of controversy, possible that’s co-operation. This matter because of that not rarely co-operation made as mean of to get the masked facility of social mission and have to be advocated. Making co-operation peculiarly draw is fact that a lot of its organization device of vital importance in creating trustworthy relation, virtual Indonesia co-operation movement have to see the co-operation movement in world. In  some world co-operation have had the organization of world, having regulation congress, having delegation in area and may sit on the world body as observer. Its aspiration is sent widely.
Keyword : co-operation, belief, movement of world co-operation

Pendahuluan
            Dari waktu ke waktu koperasi Indonesia lebih mencerminkan sisi negative dari pada segudang potensi positif yang tidak tergali. Cita – cita pendiri agar koperasi menjadi soko guru perekonomian nasional kini ibarat mimpi.
            Tidak heran bila kemudian pertumbuhan ekonomi sangat lambat. Pilar ekonomi kerakyatan yang di sandang nyaris hilang. Koperasi tidak pernah di pikirkan akan menjadi sebuah badan usaha yang besar.dalam perjalananya, paradigm terhadap koperasi adalah bagian dari BUMN dan sekaligus kepanjangan tangan bisnis usaha. Dulu bahkan ada istilah koperasi menjadi anak angkat, sedangkan swasta adalah bapak angkatnya.
            Koperasi sesungguhnya bisa menjadi sangat besar seperti Singapura, Jepang dan megara Skandinavia, AS atau Korsel. Koperasi Zennoh di jepang contohnya mampu menumbuhkan menjadi usaha multinasional dan perdaganggan komoditas internasional yang telah melebarkan sayapnya ke atas bahkan mampu bersaing dengan perusahaan semacam Cargill yang sudah mendunia.
            Karena itu tidak heran koperasi Zennoh mampu menggurita sedangkan Carrefour asal Perancis tidak mampu berkembang di Singapura karena kalah bersaing dengan ritel koperasi sebaliknya di Indonesia, Carrefour sangat berkembang di Indonesia karena tidak ada jaringan koperasi yang kuat di bidang konsumsi.



Sebagian Besar Koperasi Tidak Sehat
            Pada tahun 2008 di kota Makasar terdapat 1.281 unit koperasi. Dari jumlah tersebut hampir seluruhnya dinyatakan tidak sehat. Hanya sekitar 700 unit koperasi yang aktif. Sedangkan sisanya 581 unit dinyatakan tidak aktif lagi.
            Untuk koperasi yang tidak aktif tersebut, dinas koperasi kota makasar memberikan kesempatan tiga tahun lagi umtuk memulihkan diri. Jika dalam waktu tiga tahun berturut- turut tetap tetap tidak aktif maka akan segera dicabut izinya.
Dinas koperasi tetap melakukan pembinaan terhadap koperasi yang tidak aktif. Salah satunya melakukan sosialisasi kebijakan pemberdayaan koperasi. Dalam kegiatan tersebut, para penggiat koperasi akan di suguhi matari dari perbankan
Perlu Fokus
Seperti apa sebenarnya koperasi yang harus di kembangkan? Pramulya mengingatkan saat ini sector bisnis semakin berkembang, bahkan untuk sector yang dulu hanya di tangani koperasi. Koperasi akhirnya tidak melepaskan diri dari mekanisme pasar dan tidak jarang akhirnya tergilas oleh pasar karena tidak mampu bersaing.
            Oleh karena itu, dalam mengembangkan koperasi seharusnya focus pada bidang usaha tertentu seperti perikanan, koperasi pertanian, dan koperasi persusunan. Tidak seperti yang ada pada saat ini, dimana terjadi kecendrungan koperasi memilih bentuk sebagai koperasi serba usaha(KSU) dengan harapan bisa berusaha segala macam.
            Koperasi semacam ini akhirnya akan kehilangan focus pada kelompok kepentingan anggota. Sekedar contoh, distribusi susu sapi sapi segar dari 90% dipasarkan lewat koperasi. Koperasi susu menjadi  satu koperasi yang terbesar saat ini.
Penciptaan Kepercayaan Bersama Dalam Koperasi
            Kepercayaan berarti jaminan kepercayaan atas keprihadian, kemampuan dan kebenaran seseorang, yang di dalamnya bisa mencakup aspek kepercayaan diri dan keyakinan akan pembayaran di kemudian hari atas barang- barang yang sudah di kirimkan. Seringkali terdengar kalimat”saya mempercayai anda untuk membayar utang anda”.
            Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pihak lain akan bersikap tertentu kepada saya walaupun hal iotu bukanlah keinginanya. Oleh karena itu, kepercayaan merupakan suatu alat untuk mengatasi masalah oportunisme ganda yaitu hold up dan moral hazard.
            Kadang – kadang pebedaan objek kepercayaan ( object of trust ) bisa bermanfaat. Objek kepercayaan adalah individu orang, karena oranglah yang terlibat dalam tindakan yang bersifat oportunistik. Sebagai tambahan, kepercayaan dapat memiliki atas lembaga atau system ( pemerintahan, system hukum).

Kesimpulan
            Koperasi untuk menciptakan keunggulan komporatif dengan melakukan penekanan atas tindakan – tindakan yang bersifat oportunistik melalui kepercayaan sangatlah bergantung pada kewirausahaan koperasi. Para pengurus harus mendeteksi dan menerapkan ide – ide koperasi, terutama yang cocok untuk produksi berbiaya rendah dan kepercayaan bersama.
            Penciptaan kondisi dimana kepercayaan vertical tampak semakin sulit terjadi akan menurunkan tingkat ketergantungan anggota. Factor – factor yang menyababkan ketergantungan bersama menjadi sangat penting untuk mengevaluasi kinerja koperasi.
            Aspek dasar budaya barat, khususnya Anglo Saxon, menekankan persaingan dan hubungan berlawanan. Hal ini akan mengakibatkan harga transaksi tinggi ketika transaksi-transaksi yang ditentukan sendiri terlibat. Ini memungkinkan koperasi untuk membangun kemampuan mengatasi masalah kepercayaan tinggi, sehingga akan menciptakan keunggulan khusus. Pada budaya timur yang lebih besar orientasi pada kebersamaan, koperasi dapat menemui lebih banyak kesulitan untuk membangun keunggulan komperatifnya karena kepercayaan bersama telah lama menjadi transaksi pasar normal.

Daftar Pustaka
Harifudin, 2007. Saatnya memperkuat ekonomi berbasis kerakyatan. Fajar, Sabtu 29 Desember 8007, Makasar.
Meredith,G.G. 1994. Kewirausahaan, Teori dan Praktek. Pustaka. Binaman Presindo, Jakarta.
Pramulya, R. 2008. Koperasi Bergerak Tanpa Inovasi. Bisnis Indonesia, 8 Oktober 2008, Jakarta.
Ropke, J. 2003. Ekonomi Koperasi.Teori dan Manajemen. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
*Penulis adalah Dosen Koperatis Wilayah IX Sulawesi DPK Universitas Muslim Indonesia Makassar.



Jurnal 4 Review 1: Abstrak


PERSEPSI DAN REAKSI MASYARAKAT TERHADAP
KEBERADAAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) SERBA USAHA
DI DESA KELINJAU ULU
KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR
(Public perceptions and reactions to the presence of Village Cooperatives Unit (KUD)
About Business in Kelinjau Ulu Village of Muara Ancalong
Subdistrict East Kutai Regency)

Kaspul Anwar, M. Najib Dan Mursidah
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman

ABSTRACT
The aims of this research were to know the public perception and reaction to the existence of
the Village Cooperatives Unit (KUD) Serba Usaha in Kelinjau Ulu Village of Muara Ancalong Subdistrict East Kutai Regency conducted from October to December 2009. Samples taken by simple random sampling method with 39 respondents took the respondents from the board 3 Village Cooperative Unit (KUD) Serba Usaha and 36 other respondents from the community who are members of Village Cooperative Unit. Data obtained by taking the primary data and secondary data. And then data were analyzed using chi-square analysis. Those study shown that community of Kelinjau Ulu Village Muara Ancalong Subdistrict East Kutai Regency in general have a positive perception of the existenced of the Village Cooperatives Unit and has a reaction support to the existenced of Village Cooperatives Unit Serba Usaha.

PENDAHULUAN
Dewasa ini kehidupan berkoperasi telah menjadi kebutuhan sebagian masyarakat, sebab hidup berkoperasi berarti membangun perekonomian secara bersama-sama. Hal ini dapat dibuktikan dengan makin pesatnya pertumbuhan koperasi dengan beraneka ragam jenisnya yang menunjukkan meningkatnya animo dan pengertian masyarakat akan peran koperasi di lingkungan mereka. Koperasi merupakan wadah untuk mengembangkan potensi, peran dan pemberdayaan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Koperasi adalah sokoguru perekonomian di Indonesia dan merupakan wadah untuk mengembangkan potensi, peran dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Koperasi diharapkan mampu menangani berbagai masalah sosial dan ekonomi yang diarahkan pada pemerataan hasil pembangunan, pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas dan pemeliharaan lingkungan. Sebagian besar integral dari tata perekonomian nasional, koperasi memiliki kedudukan dan peran yang sangat strategis dalam menumbuhkembangkan potensi ekonomi rakyat. Oleh karena itu, koperasi secara bersama dan berdampingan dengan pelaku usaha lain harus mampu tumbuh menjadi badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan dan penggalang ekonomi rakyat serta memiliki jaringan usaha dan daya saing yang tangguh guna mengantisipasi berbagai peluang dan tantangan pada masa yang akan dating (Muslimin, 2002). Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui persepsi masyarakat dalam menilai keberadaan KUD Serba Usaha di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur.
2. Mengetahui reaksi masyarakat dalam menilai keberadaan KUD Serba Usaha di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur.



METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2009, dengan lokasi di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur.
Metode Pengambilan Data
Pengambilan data pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer  diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang sudah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan dari instansi-instansi terkait. Pengambilan sampel dilakukan dengan Metode Acak Sederhana (Simple Random Sampling), karena jumlah anggota KUD/masyarakat yang menjadi anggota tetap sebanyak 303 orang dan cenderung homogen. Menurut Yamane dalam Rahmat (1997), jumlah sampel yang minimal dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
Salah satu cara untuk menentukan besarnya sampel dalam suatu penelitian agar mendapatkan data yang representatif adalah dengan menggunakan tingkat kesalahan baku yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan, tenaga, biaya dan waktu yang tersedia, sehingga peneliti menetapkan untuk menggunakan tingkat presisi sebesar 15%. Jadi jumlah sampel yang diambil adalah 39 Anggota (Responden).

Metode Analisis Data Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan KUD Serba Usaha di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur
Persepsi masyarakat diukur dengan empat belas indikator. Pengukuran keempat belas indikator tersebut menggunakan metode sistem diagnosa, yang menjabarkan keempat belas indikator tersebut menjadi item pertanyaan yang telah disusun dalam quisioner. Setiap item pertanyaan diberikan skor sesuai dengan pilihan responden (Muslimin, 2002). Menurut Al Rasyid (1993), item yang telah disusun harus diuji terlebih dahulu dengan dicrimining power terhadap 39 orang responden. Skor untuk setiap item pertanyaan dari 39 orang dikorelasikan dengan skor total menggunakan koefiesien korelasi Spearman. Rumus koefesien korelasi Spearman menurut Sugiono (2002), sebagai berikut:
Menurut Al Rasyid (1993), berdasarkan nilai koefesien korelasi tersebut
digunakan Tiga Kriteria sebagai berikut:
a. Apabila nilai koefesien korelasi = 0 (non signifikan), maka item tidak dipakai. Sebab item ini tidak memiliki dicrimining power (tidak mempunyai kekuatan) untuk memisahkan atau membedakan yang mana bersifat positif dan yang mana negatif.
b. Apabila nilai koefesien korelasi = negatif (-), maka item tersebut harus diperiksa kembali karena ada kemungkinan salah kode dalam arti semestinya positif disebut negatif. Apabila menurut hasil pemeriksaan kodenya sudah benar maka item yang korelasinya negatifnya dibuang.
c. Item yang dipakai adalah item yang koefesien korelasinya positif dan signifikan. Rincian skor maksimum dan minimum dari pengaruh tiap peubah pada faktor utama dapat dilihat  Perkembangan Jumlah Anggota Peran Serta Anggota Indeks Pembayaran Simpanan Pokok Indeks Pembayaran Simpanan Wajib Indeks Transaksi Usaha Perkembangan Volume Usaha Perkembangan SHU Perkembangan Modal Usaha Likuiditas Solvabilitas Profitabilitas Perkembangan Pendapatan Anggota Jumlah Usaha Konsentrasi Usaha

Gambaran Umum Koperasi Unit Desa (KUD) Serba Usaha
Koperasi Unit Desa Serba Usaha didirikan pada tanggal 23 Juni 2002 dengan No: 85B/BH/DKKT/VII/2002 dan menjalankan kegitan simpan pinjam sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Urusan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 21/KEP/MENEG/IV/2000 dimana KUD dapat menyelenggarakan usaha-usaha sebagai
berikut:
a. Penyaluran Sembilan Bahan Pokok, Bahan Bakar Minyak
b. Kegiatan Usaha Perkebunan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan
c. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian, perkebunan dan bahan bangunan
d. Penampungan dan pemasaran hasil pertanian/perkebunan
e. Processing hasil pertanian, perkebunan, angkutan hasil pertanian, perkebunan dan land clearing
f. Jasa konstruksi, transportasi darat dan/ air, telekomunikasi, kelistrikan
g. Menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota, calon anggota, koperasi lain dan anggotanya
Jumlah anggota koperasi dari tahun ke tahun mengalami pertambahan dan pengurangan, pada akhir tahun 2007 jumlah anggota berjumlah 306 orang dan jumlah anggota pada akhir tahun 2008 bertambah menjadi 311 namun pada akhir tahun 2009 jumlah anggota kembali berkurang menjadi 303 orang karena 8 orang anggota keluar dari keanggotaan KUD. Kepengurusan KUD Serba Usaha dipimpin oleh seorang ketua dibantu dengan Wakil Ketua, Sekretaris I dan II, serta Bendahara, Pengawasan diketua oleh seorang Pengawas yang dibantu oleh seorang Sekretaris dan Anggota serta ada Manager dan karyawan.

Persepsi Masyarakat Desa Kelinjau Ulu Terhadap Keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) Serba Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 responden memiliki persepsi positif terhadap keberadaan KUD Serba Usaha, 24 responden memiliki persepsi netral dan 9 responden memiliki persepsi negatif terhadap keberadaan KUD Serba Usaha. Gambar 2. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan KUD Serba Usaha di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur Hasil analisis data menunjukkan  hitung sebesar 14,308 dan  sebesar 5,991 dan nilai asymtot signifikan sebesar 0,001 dengan demikian dapat ditentukan bahwa hitung tabel dan nilai asymtot signifikan dibawah 0,05, sehingga pada tingkat kepercayaan 95%, Ho = ditolak dan Hi = diterima yang artinya masyarakat Desa Kelinjau Ulu 76,92% memiliki persepsi yang positif terhadap keberadaan KUD Serba Usaha.
Analisis dapat dilihat pada Lampiran 5. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan KUD Serba Usaha merupakan proses kognitif, dimana hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Thoha (1996), yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan dan penciuman. Proses pemahaman informasi di Masyaralat Desa Kelinaju Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur dapat terjadi melalui penglihatan yaitu kenampakan dari bangunan KUD Serba Usaha itu sendiri ataupun dari pendengaran. Di mana proses pemahaman informasi dari pendengaran dilakukan adanya komunikasi antar individu yang terjadi di masyarakat. Selain itu proses pemahaman informasi tentang KUD Serba Usaha dapat pula terjadi karena adanya usaha untuk memahami atau mengetahui keuntungan
dari keikutsertaan masyarakat dalam program yang diselenggarakan oleh KUD Serba Usaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 responden memiliki persepsi positif, 24 responden memiliki persepsi netral dan 9 reponden memiliki persepsi negatif terhadap keberadaan KUD Serba Usaha. Hal ini menurut masyarakat Desa Kelinjau Ulu sangat memberikan keuntungan tersendiri karena tujuan yang diberikan oleh KUD yaitu ingin memajukan perekonomian rakyat masyarakat Desa Kelinjau Ulu dan meningkatkan keluarga petani yang ada di desa. Sebagian besar responden yang memiliki persepsi netral merupakan golongan petani, akan tetapi persepsi netral tersebut lebih ke arah positif, dimana petani dapat terbantukan dalam melakukan usaha transaksi simpan pinjam. Keuntungan inilah yang dapat dipergunakan oleh petani untuk menambah modal dalam menjalankan usahataninya.

Penelitian juga ada menunjukkan hasil bahwa 9 responden memiliki persepsi negative terhadap keberadaan KUD Serba Usaha. Terbentuknya persepsi negatif ini disebakan adanya perbedaan pemikiran dan ketidaksamaan bidang usaha (golongan masyarakat pedagang). Ketidaksamaan bidang usaha akan menyebabkan informasi dapat diartikan berbeda oleh mereka. Hal ini semakin nyata bila komunikasi jarang terjadi. Sesuai dengan pendapat Thoha (1996), yang menyatakan factor ketidaksamaan akan banyak mempengaruhi pengorganisasian persepsi. Persepsi negatif yang dimiliki masyarakat di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong terhadap keberadaan KUD Serba Usaha adalah KUD Serba Usaha belum maksimal dalam bersosialisasi dengan  masyarakat sehingga masyarakat belum tahu pasti bagaimana cara kerja KUD Serba Usaha.

Reaksi Masyarakat Desa Kelinjau Ulu Terhadap Keberadaan KUD Serba Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28 responden mendukung keberadaan KUD Serba Usaha, 5 responden yang tidak mendukung keberadaan KUD Serba Usaha dan
6 responden yang tidak ada reaksi terhadap keberadaan KUD Serba Usaha. Gambar 3. Reaksi masyarakat terhadap keberadaan KUD Serba Usaha di Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur Hasil analisis data menunjukkan 2 hitung sebesar 26,000 dan 2 tabel (= 0,05) sebesar 5,991 dan nilai asymtot signifikan sebesar 0,000 dengan demikian dapat ditentukan bahwa 2 hitung > 2 tabel (= 0,05) dan nilai asymtot signifikan dibawah 0,05, sehingga pada tingkat kepercayaan 95%, Ho = ditolak dan Hi = diterima yang artinya masyarakat Desa Kelinjau Ulu 71,79% mendukung keberadaan KUD Serba Usaha. Analisis dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28 reponden mendukung keberadaan KUD Serba Usaha. Bentuk dukungan terhadap KUD Serba Usaha ada yang berbentuk aktif yang berupa menjadi anggota KUD dan ada juga
berbentuk pasif (tidak melakukan apa-apa). Mereka yang mendukung secara aktif pada umumnya adalah golongan petani. Dukungan mereka terhadap keberadaan KUD Serba Usaha didasari oleh persepsi bahwa KUD Serba Usaha dapat membantu petani atau masyarakat secara umum untuk mendapatkan transaksi simpan pinjam dengan bunga yang rendah dibandingkan pinjam kepada rentenir yang ada di desa tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 5 responden tidak mendukung terhadap keberadaan KUD Serba Usaha dikarenakan kurangnya informasi usaha yang diberikan kepada masyarakat umum tentang cara simpan pinjam di KUD Serba Usaha. Masyarakat berpikir lebih baik akan melakukan transaksi simpan pinjam ke badan/lembaga keuangan yang ada di Kecamatan ataupun yang ada di Kabupaten daripada meminjam ke KUD Serba Usaha. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 6 reponden tidak memberikan reaksi apaapa terhadap keberadaan KUD Serba Usaha karena mereka tidak berpengaruh langsung terhadap keberadaan KUD Serba Usaha dan KUD Serba Usaha tidak ada hubungannya langsung dengan profesi mereka.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Masyarakat Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur yang diwakili oleh 39 responden dalam penelitian ini menunjukkan 76,92% berpersepsi positif terhadap keberadaan KUD Serba Usaha.
2. Masyarakat Desa Kelinjau Ulu Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur yang diwakili oleh 39 responden dalam penelitian ini juga menunjukkan 71,79% memiliki reaksi mendukung terhadap keberadaan KUD Serba Usaha.


DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, H. 1993. Teknik penarikan sampel dan penyusunan skala. Universitas Padjajaran, Bandung.
Basrowi, M.S. 2005. Pengantar sosiologi. Ghalia Indonesia, Bogor. Edilius dan Sudarsono, 2002. Koperasi dalam teori dan praktek. Rineka Cipta, Jakarta.
Kansil, C.S.T. 1990. Hidup berbangsa dan bernegara. Erlangga, Jakarta.
Kartasapoetra, dkk., 1989. Koperasi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. PT. Bina Aksara, Jakarta.
Monografi Desa Kelinjau Ulu, 2008.
Muslimin, N. 2002. Evaluasi kinerja koperasi. Tim Sajadah, Jakarta.
Rahmat, J. 1997. Metode penelitian komunikasi.
Remaja, Bandung.
Sagimun, 1985. Metode penelitian survei. LP3ES, Jakarta.
Siegel, 1994. Statistik non parametrik untuk
ilmu sosial. Gramedia, Jakarta.
Soemardjan, 1968. Pengantar sosiologi.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiono, 2002. Statistik non parametrik.
Alfabeta, Bandung.
Suwandi, I. 1982. Koperasi, organisasi ekonomi
yang berwatak sosial, Jakarta.
Swasono dan Kamaralsyah, 1987. Panca windu
gerakan koperasi. Dekopin, Jakarta.
Taneko, S.B. 1993. Struktur dan proses sosial;
suatu pengantar sosiologi pembangunan.
Raja Grafindo, Jakarta.
Thoha, M. 1996. Perilaku organisasi; konsep
dasar dan aplikasinya. Rajawali, Jakarta.
Wirasasmita, Y. 1999. Komunikasi dasar dan
profesional. Remaja Rosdakarya,
Bandung.

Rabu, 02 Januari 2013

Jurnal 3 Review : Abstrak



                               

ANALISIS PSAK NO. 27 TENTANG AKUNTANSI PERKOPERASIAN DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KESEHATAN USAHA PADA KPRI
Muhammad Khafid,* dkk.
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Gedung C6, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 50229
Diterima: 12 November 2009. Disetujui: 15 Desember 2009. Dipublikasikan: Maret 2010
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kepatuhan penerapan PSAK 27 (Coopera­tive Accounting), dan untuk menganalisa dampak kepatuhan penerapan PSAK 27 (Cooperative Accounting) pada pengoperasian kinerja KPRI di kota Semarang. Populasinya adalah 62 KPRI di kota Semarang, dan sempel yang digunakan adalah 29 KPRI. Metode pengumpulan datanya adalah dokumentasi dan kuesioner. Metode analisis data adalah analisis deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa KPRI di kotamadya Semarang dikategorikan cukup dan terbukti bahwa hipotesis menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha.
Abstract
The purposes of this research are to analyze the implementation compliance of PSAK 27 (Cooperative Accounting), and to analyze the effects of implementation compliance of PSAK 27 (Cooperative Ac­counting) on KPRI performance in Semarang Municipality. The population are 62 KPRIs in Semarang.However, there are only twenty nine KPRIs become the samples. The methods for collecting the data are documentation and questionairre. Then, for analyzing the data, it requires descriptive analysis and inferential analysis. The results of study shows that KPRIs in Semarang Municipality are categorized as fair and hypothesis states that the level of implementation compliance of PSAK 27 is influencial to the business has successfully proven.
© 2010 Universitas Negeri Semarang
Keywords: cooperative accounting; compliance
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa kope­rasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan koperasi seperti tersebut di atas, maka koperasi harus dikelola se­cara benar dan profesional. Pengelolaan koperasi yang profesional akan menjadi salah satu tolok ukur apakah koperasi termasuk ke dalam koperasi yang sehat atau tidak. Sebuah koperasi yang se­hat akan melakukan pengelolaan secara profesional dalam semua bidang termasuk dalam bidang keuangan. Sebagai sebuah lembaga ekonomi maka masalah akuntansi koperasi merupakan salah satu masalah terpenting yang ada di koperasi. Oleh karena itulah masalah akuntansi koperasi
Muhammad Khafid (*)
Email: muh_khafid@yahoo.com

merupakan salah satu bagian dalam koperasi yang menjadi fokus tinjauan dan kajian oleh para insan koperasi.
Sebagai sebuah lembaga ekonomi, koperasi akan berhubungan dengan berbagai pihak. Adanya satu standar akuntansi koperasi menjadi sangatlah penting agar semua pihak yang berhu­bungan dengan koperasi dapat memaham kondisi keuangan koperasi secara benar. Standar yang telah disepakati bersama disebut sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Adapun standar akuntansi yang sekarang berlaku untuk koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Untuk melaksanakan pengelolaan keuangan koperasi secara profesional maka penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada suatu koperasi menjadi suatu keharusan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat koperasi yang belum menerapkannya. Di sisi lain, ada juga koperasi yang sudah menerapkan tetapi terjadi ber­bagai penyimpangan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, penelitian mengenai tingkat kepatu­han penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada koperasi menjadi sangat penting karena akan menjadi salah satu tolok ukur kualitas penge-lolaan koperasi.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini diru­muskan dalam bentuk pertanyaan penelitian (question research) sebagai berikut: Bagaimanakah tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) di Kota Semarang?, Bagaimanakah pengaruh tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha pada Koperasi Pegawai Re­publik Indonesia (KPRI) di Kota Semarang?
Metode
Populasi dalam penelitian ini adalah Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) di Kota Semarang. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui ukuran populasinya sebanyak 62 KPRI. Populasi sasaran (target population) dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: KPRI telah memiliki badan hukum dan menjadi anggota PKPRI Kota Semarang,KPRI tersebut telah melakukan RAT tutup buku 2007 dan 2008, dan KPRI mencan­tumkan data laporan keuangan yang lengkap.
Seluruh KPRI yang memenuhi kriteria tersebut diambil semua sebagai subyek penelitian, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Dari sejumlah 62 KPRI yang ada di Kota Semarang, sebanyak 29 KPRI dinyatakan memenuhi kriteria yang ditetapkan, sehingga dijadikan sebagai subyek penelitian ini.
Variabel dependen (terikat) penelitian ini adalah kesehatan usaha. Sub variabel dependen yang digunakan untuk penelitian ini adalah: pertumbuhan relatif volume usaha, pertumbuhan relatif nett asset, pertumbuhan relatif sisa hasil usaha (SHU). Pengukuran dari ketiga sub variabel tersebut dilakukan sebagai berikut:
Total volume usaha tahun sekarang
Pertumbuhan relatif volume usaha = ____________________________ x 100%
Total volume usaha tahun lalu
Total assettahunsekarang
Pertumbuhan relatif net asset/ kekayaan bersih = _________ _____ _______ x 100%
Total asset tahun lalu
TotalSHUtahunsekarang
Pertumbuhan relatif SHU = _____ ____ _____ _______ x 100%
Total SHU tahun lalu

Variabel Independen (variabel bebas) penelitian ini yaitu tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Sub variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Prinsip kekayaan bersih, prinsip kewajiban, prinsip aktiva, prinsip pendapatan dan beban, prinsip laporan keuangan koperasi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumen­tasi dan kuesioner. Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai laporan keuangan KPRI di Kota Semarang. Metode kuesioner dilakukan dengan mengajukan daf­tar pertanyaan yang terkait dengan tingkat kepatuhan penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian dan perkembangan usaha pada KPRI di Kota Semarang.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif persentase dan analisis re­gresi. Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan hasil data dari variabel tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Perhitungan indeks persentase kepatuhan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Rachman & Muchsin, 2004)
SkorNyata(Jawaban)
% = ____ _____ ________X 100% (1)
Skor Ideal
Secara garis besar kerangka pemikiran dapat tampak pada Gambar 1.
Kinerja Koperasi Laporan Keuangan PSAK 27 a. Prinsip Ekuitas b. Prinsip Kewajiban c. Prinsip Aktiva d. Prinsip Pendapatan dan Beban e. Prinsip Laporan Keuangan Koperasi Pertumbuhan Usaha a. Omset Usaha b. Nett Asset c. SHU
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Rentang Deskriptif Persentase dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rentang Deskriptif Persentase
Rentang Persentase
Kriteria
> 80% - 100%
Sangat baik
> 60% - 80%
Baik
> 40% - 60%
Cukup
> 20% - 40%
Kurang Baik
0% - 20%
Tidak Baik
Sebelum melakukan pengujian regresi, penelitian ini mengawali uji normalitas. Uji ini ber­tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji F atau t dalam regresi mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti dis­tribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid. Alat uji yang digunakan untuk menguji normalitas adalah Kolmogorof Smirnof. Jika angka signifikansi Kol­mogorof Smirnof > 0.05 maka data residual berdistribusi normal, demikian pula sebaliknya.40 Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 2. No. 1. (2010) 37-45
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana variabel Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian mampu menjelaskan vari­abel kesehatan usaha. Pengujian ini dilakukan menggunakan uji distribusi F, yaitu dengan mem­bandingkan antara angka signifikansi F dengan angka 0,05. Jika angka signifikansi F kurang dari 0,05 maka hipotesis penelitian terbukti secara signifikan. Koefisisen determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai R2 berada diantara nol sampai dengan satu. Semakin mendekati nilai satu maka variabel bebas ham­pir memberikan semua informasi untuk memprediksi variabel terikat atau merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya kemampuan dalam menjelaskan perubahan variabel bebas terhadap variasi variabel terikat.
Hasil dan Pembahasan
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 27 (PSAK No. 27) tentang Akuntansi Perkoperasian di Kota Semarang secara umum termasuk dalam kategori cukup. Dis­tribusi frekuensi dari tingkat kepatuhan penerapan PSAK No. 27 KPRI di Kota Semarang tampak
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Penerapan PSAK No. 27 bagi KPRI di Kota Semarang
Kelas
Kriteria
Frekuensi
Persentase
> 80% - 100%
Sangat baik
-
-
> 60% - 80%
Baik
-
-
> 40% - 60%
Cukup
22
75,86%
> 20% - 40%
Kurang Baik
7
24,14%
0% - 20%
Tidak Baik
-
-
Jumlah
29
Hasil analisis regresi di atas menyatakan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y1 = -77,807 + 2,332X + e. Persamaan regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenai­kan item kepatuhan penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar 2,332 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0,006 berada di bawah 0,05 yang berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif volume usaha.
Besarnya pengaruh variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen ada­lah sebesar angka adjusted R square yaitu sebesar 22,4%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar 22,4% variasi variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil pengujian regresi untuk melihat pengaruh tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari pertumbu­han relatif kekayaan bersih.
Angka signifikansi t sebesar 0,771 berada di atas 0,05 yang berarti hasil penelitian tidak berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif kekayaan bersih. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap per­tumbuhan relatif kekayaan bersih koperasi. Hasilnya menunjukkan ada pengaruh tingkat kepatu­han penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari pertumbuhan relatif sisa hasil usaha.
Hasil analisis regresi menyatakan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y3 = -59.835 + 1.852X + e. Persamaan regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenaikan item kepatuhan penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar 1.852 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0.012 berada di bawah 0.05 yang berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK
27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif sisa hasil usaha. Besarnya pengaruh variabel in­dependen dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah sebesar angka adjusted R square yaitu sebesar 18.5%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar 18.5% variasi variabel Y dapat dije­laskan oleh variabel X, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini telah berhasil membuktikan hipotesis 1 dan hipotesis 3 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan volume usaha, dan pertumbu­han sisa hasil usaha. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak berhasil membuktikan hipotesis 2 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan kekayaan bersih koperasi.
Variabel kinerja koperasi diukur dengan melihat perkembangan kesehatan atau pertumbu­han (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per Propinsi, jum­lah koperasi per jenis/ kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif, dan non aktif), keanggotaan, vol­ume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil usaha. Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi dipengaruhi faktor kelembagaan dan kegiatan usahanya. Menurut Dep. Kop. PK & M (1997) tingkat kesehatan usaha koperasi dapat diukur dari: pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset/ kekayaan bersih, dan pertumbuhan SHU. Volume usaha adalah to­tal nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan (Sitio & Tamba 2001). Volume usaha juga merupakan akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa sejak awal tahun buku sampai dengan akhir tahun buku. Menurut Undang Un­dang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian kekayaan bersih atau modal sendiri (Equity) koperasi terdiri atas: simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan donasi atau hibah.
Sisa Hasil Usaha adalah selisih dari seluruh pemasukan dan penerimaan dengan total biaya dalam satu tahun buku (Sitio & Tamba, 2001). Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 pengertian SHU sebagai berikut: SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalan tahun buku yang bersangkutan, SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keper­luan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota, besarnya pemupukan modal dana cadan­gan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
SHU ini merupakan sumber penambahan modal untuk membiayai semua kegiatan usaha koperasi, yaitu sebesar 40% (Sukamdiyo, 1996). SHU merupakan salah satu ukuran keberhasilan koperasi di dalam fungsinya sebagai organisasi yang berwatak sosial. Walaupun ukuran penca­paian SHU ini tidak begitu besar, karena orientasi utama koperasi bukanlah SHU yang dicapai melainkan pada kesejahteraan para anggotanya.
Hasil penelitian ini selaras dengan pemahaman bahwa peningkatan dalam sistem pertan­gungjawaban koperasi yang mengacu pada standar akuntansi koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian diharapkan mampu mendorong koperasi untuk berusaha secara efisien dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat dalam kegiatan usahanya. Kondisi se-perti ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Agar laporan keuangan dapat dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian. Dengan standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan karakteristik koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan usaha koperasi
Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi dipengaruhi oleh fak­tor kelembagaan dan kegiatan usaha. Secara kelembagaan, fungsi dari pengurus untuk menyaji­kan informasi akuntansi keuangan koperasi secara lengkap, jelas, dan transparan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan mempunyai peran terhadap keberhasilan koperasi. Dengan demiki­an, penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan koperasi.
Sebagai organisasi yang memiliki karakteristik tersendiri maka perlu sebuah Standar Akun­tansi Khusus yang sesuai dengan karakteristik koperasi tersebut. Hal inilah yang kemudian men­dorong pemerintah melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Standar Akuntansi Khu­sus untuk koperasi. Standar Akuntansi Khusus untuk koperasi telah mulai diterapkan sejak tahun 1986, di mana Komite Prinsip Akuntansi Indonesia telah memasukkan topik akuntansi untuk koperasi ke dalam program kerja periode 1986-1990 yang disahkan dalam kongres IAI tahun 1986. Dalam perkembangannya, standar tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan koperasi yang makin berkembang, maka IAI menyempurnakan Standar Keuangan Khusus untuk kope­rasi dengan memasukkannya ke dalam Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994. Standar Akun­tansi Keuangan khusus untuk koperasi tersebut tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 Tahun 1994.
Seiring dengan perkembangan koperasi baik di tingkat dunia maupun di Indonesia, salah satunya dengan disepakatinya cooperative identity statement (ICA), Manchester tahun 1995, maka perlu kirannya Standar Akuntansi yang berlaku untuk melakukan penyesuian terhadap hal tersebut. Oleh karena itulah, melalui Komite Standar Akuntansi Keuangan, pengurus pusat IAI mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada tanggal 4 September 1998. Struktur Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 ten­tang Akuntansi Perkoperasian terdiri dari: Karakteristik Koperasi, tujuan, ruang lingkup, definisi, ekuitas, kewajiban, aktiva, pendapatan dan beban.
Alat ukur yang paling umum dipakai untuk menilai perkembangan ekonomi adalah lapo­ran keuangan, oleh karena itu mutlak bagi sebuah koperasi untuk menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan koperasi selain merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan kopera­si, juga merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Dengan demikian, dilihat dari fungsi manajemen, laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi pertumbuhan koperasi. Penyusunan laporan keuangan koperasi yang mengacu pada standar ideal yang telah ditetapkan akan menjadi salah satu tolok ukur perkembangan koperasi secara kualitas dan salah satu tolok ukur penilaian profesionalisme para pengelola koperasi.
Peningkatan dalam sistem pertangungjawaban koperasi yang mengacu pada standar akun­tansi koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkope­rasian diharapkan mampu mendorong koperasi untuk berusaha secara efisien dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat dalam kegiatan usahanya. Kondisi seperti ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat per­tumbuhan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbu­han net asset, dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dalam perkembangannya ternyata tidak semua koperasi mampu menyusun sebuah lapo­ran keuangan. Apalagi untuk menyusun sebuah laporan keuangan yang benar-benar memperli­hatkan kondisi koperasi secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu adanya suatu standar dalam penyusunan laporan keuangan koperasi sehingga para pemakai informasi akuntansi keuangan koperasi baik pihak intern maupun ekstern dapat memaham kondisi keuangan koperasi secara benar. Standar Akuntansi Keuangan adalah pedoman pokok penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan lebih berguna dan dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan (Ikatan Akuntan Indonesia, 1994). Adapun standar keuangan yang sekarang berlaku untuk koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Agar laporan keuangan dapat dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian.
Dengan standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan karakteristik koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan usaha koperasi.
Adanya ketidaksesuaian dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Per-koperasian akan memungkinkan para pemakai informasi keuangan koperasi kurang percaya ter­hadap kinerja koperasi, partisipasi anggota dan masyarakat akan menurun. Hal ini tentunya akan mempengaruhi laju perkembangan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset, dan pertumbuhan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Tidak terbuktinya hipotesis 2 diduga bahwa variabel kekayaan bersih tidak termasuk aspek yang kena dampak langsung dari kepatuhan penerapan PSAK 27 ini. Kekayaan bersih memi­liki karakteristik yang berbeda dengan volume usaha dan sisa hasil usaha. Kinerja koperasi yang tampak dirasakan secara langsung dalam 1 periode akuntansi adalah kinerja yang berhubungan dengan pencapaian volume usaha dan sisa hasil usaha. Kekayaan bersih bersifat akumulatif dari beberapa periode akuntansi sebelumnya. Karakteristik kekayaan bersih yang demikian itulah di­duga menjadi penyebebab tidak terbuktinya hipotesis 2. Penelitian mendatang diharapkan dapat membentuk model pengaruh penerapan PSAK terhadap pertumbuhan kekayaan bersih ini.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: KPRI di Kota Semarang termasuk dalam kategori cukup dalam hal kepatuhan penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume usaha secara signifikan. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akun­tansi Perkoperasian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan kekayaan bersih. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian berpengaruh positif terhadap pertum­buhan sisa hasil usaha secara signifikan.
Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: Pemerintah Kota melalui dinas terkait perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran kepada para pengurus/manajer KPRI di Kota Semarang dalam hal kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Upaya ini dapat dilakukan dengan pembinaan pembinaan secara kon­tinyu dan konsisten. Pemerintah Kota juga bisa menghimbau kepada para bank bank kreditur koperasi agar hanya mau melayani koperasi yang telah menyusun laporan keuangan secara benar sesuai dengan PSAK Nomor 27. Kepada para anggota KPRI di Kota Semarang disarankan pada saat Rapat Anggota Tahunan hanya mau menyetujui laporan keuangan yang disampaikan oleh pengurus yang telah sesuai dengan PSAK Nomor 27. Hal ini agar dapat menjadi pemacu para pengurus dan manajer untuk senantiasa berupaya meningkatkan kepatuhan terhadap penerapan PSAK Nomor 27. Kepada para peneliti yang akan datang disarankan untuk dapat meneliti faktor faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kepatuhan penerapan PSAK Nomor 27 bagi KPRI di Kota Semarang pada khususnya dan koperasi pada umumnya.
Daftar Pustaka
Sitio, A. dan H. Tamba. 2001. Koperasi Teori dan Praktek. Jakarta: Erlangga
Dep.Kop.PK & M. 1997. Petunjuk Standar Khusus Akuntansi Koperasi. Dirjen Binkopkot. Jakarta
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. 2002. Himpunan Kebijakan Koperasi dan UKM di Bidang Akuntabilitas. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. 2004. Peningkatan Kualitas Manajemen dan Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Me­nengah RI
Herliana. 2005. Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 (Revisi 1998) tentangAkuntansi Pekoperasian pada Koperasi Serba Usaha di Kabupaten Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Ekonomi Universitas Soedirman
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat
Khafid, M. dan S. Juni. 2006. Kelengkapan Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) pada Laporan Keuangan KPRI di Kota Semarang. Jurnal Ekonomi dan Manajemen DINAMIKA. Vol. 15
Sukamdiyo, I. 1996. Manajemen Koperasi. Jakarta: Erlangga
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 2005. Kementerian Kope­rasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta