ANALISIS PSAK NO. 27 TENTANG AKUNTANSI
PERKOPERASIAN DAN
PENGARUHNYA
TERHADAP KESEHATAN USAHA PADA KPRI
Muhammad
Khafid,* dkk.
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Gedung C6, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang,
Jawa Tengah, Indonesia 50229
Diterima: 12 November 2009. Disetujui:
15 Desember 2009. Dipublikasikan: Maret 2010
Abstrak
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis kepatuhan penerapan PSAK 27 (Cooperative
Accounting), dan untuk menganalisa dampak kepatuhan penerapan PSAK 27 (Cooperative
Accounting) pada pengoperasian kinerja KPRI di kota Semarang. Populasinya
adalah 62 KPRI di kota Semarang, dan sempel yang digunakan adalah 29 KPRI.
Metode pengumpulan datanya adalah dokumentasi dan kuesioner. Metode analisis
data adalah analisis deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa KPRI di kotamadya Semarang dikategorikan cukup dan
terbukti bahwa hipotesis menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27
berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha.
Abstract
The purposes of
this research are to analyze the implementation compliance of PSAK 27
(Cooperative Accounting), and to analyze the effects of implementation
compliance of PSAK 27 (Cooperative Accounting) on KPRI performance in Semarang
Municipality. The population are 62 KPRIs in Semarang.However, there are only
twenty nine KPRIs become the samples. The methods for collecting the data are
documentation and questionairre. Then, for analyzing the data, it requires
descriptive analysis and inferential analysis. The results of study shows that
KPRIs in Semarang Municipality are categorized as fair and hypothesis states
that the level of implementation compliance of PSAK 27 is influencial to the
business has successfully proven.
© 2010 Universitas Negeri Semarang
Keywords: cooperative
accounting; compliance
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mencapai tujuan koperasi seperti tersebut di atas, maka koperasi harus
dikelola secara benar dan profesional. Pengelolaan koperasi yang profesional
akan menjadi salah satu tolok ukur apakah koperasi termasuk ke dalam koperasi
yang sehat atau tidak. Sebuah koperasi yang sehat akan melakukan pengelolaan
secara profesional dalam semua bidang termasuk dalam bidang keuangan. Sebagai
sebuah lembaga ekonomi maka masalah akuntansi koperasi merupakan salah satu
masalah terpenting yang ada di koperasi. Oleh karena itulah masalah akuntansi
koperasi
Muhammad
Khafid (*)
Email:
muh_khafid@yahoo.com
merupakan salah satu bagian dalam koperasi
yang menjadi fokus tinjauan dan kajian oleh para insan koperasi.
Sebagai sebuah lembaga ekonomi, koperasi
akan berhubungan dengan berbagai pihak. Adanya satu standar akuntansi koperasi
menjadi sangatlah penting agar semua pihak yang berhubungan dengan koperasi
dapat memaham kondisi keuangan koperasi secara benar. Standar yang telah
disepakati bersama disebut sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang
diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Adapun standar akuntansi yang
sekarang berlaku untuk koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi yaitu Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
koperasi secara profesional maka penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada suatu koperasi menjadi
suatu keharusan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat koperasi yang belum
menerapkannya. Di sisi lain, ada juga koperasi yang sudah menerapkan tetapi
terjadi berbagai penyimpangan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,
penelitian mengenai tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada koperasi menjadi sangat
penting karena akan menjadi salah satu tolok ukur kualitas penge-lolaan
koperasi.
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
penelitian (question research) sebagai berikut: Bagaimanakah tingkat
kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 tentang
Akuntansi Perkoperasian pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) di Kota
Semarang?, Bagaimanakah pengaruh tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan
usaha pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) di Kota Semarang?
Metode
Populasi dalam penelitian ini adalah Koperasi
Pegawai Republik Indonesia (KPRI) di Kota Semarang. Berdasarkan studi
pendahuluan diketahui ukuran populasinya sebanyak 62 KPRI. Populasi sasaran (target
population) dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut: KPRI telah memiliki badan hukum dan menjadi anggota PKPRI Kota
Semarang,KPRI tersebut telah melakukan RAT tutup buku 2007 dan 2008, dan KPRI
mencantumkan data laporan keuangan yang lengkap.
Seluruh KPRI yang memenuhi kriteria tersebut
diambil semua sebagai subyek penelitian, sehingga penelitian ini merupakan
penelitian populasi. Dari sejumlah 62 KPRI yang ada di Kota Semarang, sebanyak
29 KPRI dinyatakan memenuhi kriteria yang ditetapkan, sehingga dijadikan
sebagai subyek penelitian ini.
Variabel dependen (terikat) penelitian ini
adalah kesehatan usaha. Sub variabel dependen yang digunakan untuk penelitian
ini adalah: pertumbuhan relatif volume usaha, pertumbuhan relatif nett asset,
pertumbuhan relatif sisa hasil usaha (SHU). Pengukuran dari ketiga sub variabel
tersebut dilakukan sebagai berikut:
Total volume usaha tahun sekarang
Pertumbuhan relatif volume usaha = ____________________________
x 100%
Total volume usaha tahun lalu
Total assettahunsekarang
Pertumbuhan relatif net asset/ kekayaan bersih = _________
_____ _______ x 100%
Total
asset tahun lalu
TotalSHUtahunsekarang
Pertumbuhan relatif SHU = _____ ____ _____ _______ x 100%
Total
SHU tahun lalu
Variabel Independen (variabel bebas)
penelitian ini yaitu tingkat kepatuhan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Sub variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
Prinsip kekayaan bersih, prinsip kewajiban,
prinsip aktiva, prinsip pendapatan dan beban, prinsip laporan keuangan koperasi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode dokumentasi dan kuesioner. Metode dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai laporan keuangan KPRI di Kota
Semarang. Metode kuesioner dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan yang
terkait dengan tingkat kepatuhan penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian dan perkembangan usaha pada KPRI di Kota Semarang.
Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif persentase dan analisis regresi. Analisis ini digunakan
untuk mendeskripsikan hasil data dari variabel tingkat kepatuhan penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Perhitungan indeks persentase kepatuhan dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut: (Rachman & Muchsin, 2004)
SkorNyata(Jawaban)
% = ____ _____ ________X 100% (1)
Skor
Ideal
Secara garis besar kerangka pemikiran dapat
tampak pada Gambar 1.
Kinerja
Koperasi Laporan Keuangan PSAK 27 a. Prinsip Ekuitas b. Prinsip Kewajiban c.
Prinsip Aktiva d. Prinsip Pendapatan dan Beban e. Prinsip Laporan Keuangan
Koperasi Pertumbuhan Usaha a. Omset Usaha b. Nett Asset c. SHU
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Rentang Deskriptif Persentase dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rentang Deskriptif
Persentase
Rentang Persentase
|
Kriteria
|
> 80% - 100%
|
Sangat
baik
|
> 60% - 80%
|
Baik
|
> 40% - 60%
|
Cukup
|
> 20% - 40%
|
Kurang
Baik
|
0% - 20%
|
Tidak
Baik
|
Sebelum melakukan pengujian
regresi, penelitian ini mengawali uji normalitas. Uji ini bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Uji F atau t dalam regresi mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar, maka uji
statistik menjadi tidak valid. Alat uji yang digunakan untuk menguji normalitas
adalah Kolmogorof Smirnof. Jika angka signifikansi Kolmogorof Smirnof >
0.05 maka data residual berdistribusi normal, demikian pula sebaliknya.40 Jurnal
Dinamika Akuntansi Vol. 2. No. 1. (2010) 37-45
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana variabel
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian mampu menjelaskan variabel kesehatan usaha. Pengujian ini
dilakukan menggunakan uji distribusi F, yaitu dengan membandingkan antara
angka signifikansi F dengan angka 0,05. Jika angka signifikansi F kurang dari
0,05 maka hipotesis penelitian terbukti secara signifikan. Koefisisen
determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel terikat. Nilai R2 berada diantara nol sampai dengan satu. Semakin mendekati nilai
satu maka variabel bebas hampir memberikan semua informasi untuk memprediksi
variabel terikat atau merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya
kemampuan dalam menjelaskan perubahan variabel bebas terhadap variasi variabel
terikat.
Hasil dan Pembahasan
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
27 (PSAK No. 27) tentang Akuntansi Perkoperasian di Kota Semarang secara umum
termasuk dalam kategori cukup. Distribusi frekuensi dari tingkat kepatuhan
penerapan PSAK No. 27 KPRI di Kota Semarang tampak
Tabel 2. Distribusi
Frekuensi Kepatuhan Penerapan PSAK No. 27 bagi KPRI di Kota Semarang
Kelas
|
Kriteria
|
Frekuensi
|
Persentase
|
> 80% - 100%
|
Sangat baik
|
-
|
-
|
> 60% - 80%
|
Baik
|
-
|
-
|
> 40% - 60%
|
Cukup
|
22
|
75,86%
|
> 20% - 40%
|
Kurang Baik
|
7
|
24,14%
|
0% - 20%
|
Tidak Baik
|
-
|
-
|
Jumlah
|
29
|
Hasil analisis regresi di atas
menyatakan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y1 = -77,807 + 2,332X + e. Persamaan
regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenaikan item kepatuhan
penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar
2,332 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0,006 berada di bawah 0,05 yang
berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa
tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif
volume usaha.
Besarnya pengaruh variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah sebesar angka
adjusted R square yaitu sebesar 22,4%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar
22,4% variasi variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X, sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil pengujian regresi untuk
melihat pengaruh tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari pertumbuhan
relatif kekayaan bersih.
Angka signifikansi t sebesar
0,771 berada di atas 0,05 yang berarti hasil penelitian tidak berhasil
membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27
berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif kekayaan bersih. Dengan kata lain
dapat dinyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pertumbuhan relatif kekayaan bersih koperasi.
Hasilnya menunjukkan ada pengaruh tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang
Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari
pertumbuhan relatif sisa hasil usaha.
Hasil analisis regresi menyatakan bahwa persamaan regresi yang
dihasilkan adalah Y3 = -59.835 + 1.852X + e. Persamaan regresi ini dapat dimaknai
bahwa setiap 1 unit kenaikan item kepatuhan penerapan PSAK 27 dapat
meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar 1.852 satuan. Angka
signifikansi t sebesar 0.012 berada di bawah 0.05 yang berarti hasil penelitian
berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan
penerapan PSAK
27 berpengaruh terhadap
pertumbuhan relatif sisa hasil usaha. Besarnya pengaruh variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah sebesar angka adjusted R
square yaitu sebesar 18.5%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar 18.5%
variasi variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X, sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini telah berhasil
membuktikan hipotesis 1 dan hipotesis 3 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27
berpengaruh terhadap pertumbuhan volume usaha, dan pertumbuhan sisa hasil
usaha. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak berhasil membuktikan
hipotesis 2 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap
pertumbuhan kekayaan bersih koperasi.
Variabel kinerja koperasi diukur
dengan melihat perkembangan kesehatan atau pertumbuhan (growth)
koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per Propinsi,
jumlah koperasi per jenis/ kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif, dan non
aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil
usaha. Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi
dipengaruhi faktor kelembagaan dan kegiatan usahanya. Menurut Dep. Kop. PK
& M (1997) tingkat kesehatan usaha koperasi dapat diukur dari: pertumbuhan
volume usaha, pertumbuhan net asset/ kekayaan bersih, dan pertumbuhan
SHU. Volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan
jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan (Sitio & Tamba
2001). Volume usaha juga merupakan akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa
sejak awal tahun buku sampai dengan akhir tahun buku. Menurut Undang Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian kekayaan bersih atau modal sendiri (Equity)
koperasi terdiri atas: simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan
donasi atau hibah.
Sisa Hasil Usaha adalah selisih
dari seluruh pemasukan dan penerimaan dengan total biaya dalam satu tahun buku
(Sitio & Tamba, 2001). Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 pengertian SHU sebagai berikut: SHU koperasi
adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun dikurangi dengan
biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalan tahun buku yang
bersangkutan, SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota
sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi,
serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan
koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota, besarnya pemupukan modal dana
cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
SHU ini merupakan sumber
penambahan modal untuk membiayai semua kegiatan usaha koperasi, yaitu sebesar
40% (Sukamdiyo, 1996). SHU merupakan salah satu ukuran keberhasilan koperasi di
dalam fungsinya sebagai organisasi yang berwatak sosial. Walaupun ukuran pencapaian
SHU ini tidak begitu besar, karena orientasi utama koperasi bukanlah SHU yang
dicapai melainkan pada kesejahteraan para anggotanya.
Hasil penelitian ini selaras
dengan pemahaman bahwa peningkatan dalam sistem pertangungjawaban koperasi
yang mengacu pada standar akuntansi koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian diharapkan mampu mendorong
koperasi untuk berusaha secara efisien dalam memenuhi kebutuhan para
anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat
dalam kegiatan usahanya. Kondisi se-perti ini tentunya akan berpengaruh
terhadap tingkat pertumbuhan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat
pertumbuhan volume usaha, dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Agar laporan keuangan dapat
dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan
harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian. Dengan
standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan
prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan
karakteristik koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan
usaha koperasi
Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi
dipengaruhi oleh faktor kelembagaan dan kegiatan usaha. Secara kelembagaan,
fungsi dari pengurus untuk menyajikan informasi akuntansi keuangan koperasi
secara lengkap, jelas, dan transparan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan
mempunyai peran terhadap keberhasilan koperasi. Dengan demikian, penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan koperasi.
Sebagai organisasi yang memiliki
karakteristik tersendiri maka perlu sebuah Standar Akuntansi Khusus yang
sesuai dengan karakteristik koperasi tersebut. Hal inilah yang kemudian mendorong
pemerintah melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Standar Akuntansi
Khusus untuk koperasi. Standar Akuntansi Khusus untuk koperasi telah mulai
diterapkan sejak tahun 1986, di mana Komite Prinsip Akuntansi Indonesia telah
memasukkan topik akuntansi untuk koperasi ke dalam program kerja periode 1986-1990
yang disahkan dalam kongres IAI tahun 1986. Dalam perkembangannya, standar
tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan koperasi yang makin berkembang, maka
IAI menyempurnakan Standar Keuangan Khusus untuk koperasi dengan memasukkannya
ke dalam Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994. Standar Akuntansi Keuangan
khusus untuk koperasi tersebut tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 Tahun 1994.
Seiring dengan perkembangan
koperasi baik di tingkat dunia maupun di Indonesia, salah satunya dengan
disepakatinya cooperative identity statement (ICA), Manchester tahun
1995, maka perlu kirannya Standar Akuntansi yang berlaku untuk melakukan
penyesuian terhadap hal tersebut. Oleh karena itulah, melalui Komite Standar
Akuntansi Keuangan, pengurus pusat IAI mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada tanggal 4 September 1998.
Struktur Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian terdiri dari: Karakteristik Koperasi, tujuan, ruang lingkup,
definisi, ekuitas, kewajiban, aktiva, pendapatan dan beban.
Alat ukur yang paling umum
dipakai untuk menilai perkembangan ekonomi adalah laporan keuangan, oleh
karena itu mutlak bagi sebuah koperasi untuk menyusun laporan keuangan. Laporan
keuangan koperasi selain merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan koperasi,
juga merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata
kehidupan koperasi. Dengan demikian, dilihat dari fungsi manajemen, laporan
keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi pertumbuhan
koperasi. Penyusunan laporan keuangan koperasi yang mengacu pada standar ideal
yang telah ditetapkan akan menjadi salah satu tolok ukur perkembangan koperasi
secara kualitas dan salah satu tolok ukur penilaian profesionalisme para
pengelola koperasi.
Peningkatan dalam sistem
pertangungjawaban koperasi yang mengacu pada standar akuntansi koperasi yaitu
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian
diharapkan mampu mendorong koperasi untuk berusaha secara efisien dalam
memenuhi kebutuhan para anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi
anggota dan masyarakat dalam kegiatan usahanya. Kondisi seperti ini tentunya
akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan usaha koperasi yang dapat
dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset,
dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dalam perkembangannya ternyata
tidak semua koperasi mampu menyusun sebuah laporan keuangan. Apalagi untuk
menyusun sebuah laporan keuangan yang benar-benar memperlihatkan kondisi
koperasi secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu adanya suatu standar dalam
penyusunan laporan keuangan koperasi sehingga para pemakai informasi akuntansi
keuangan koperasi baik pihak intern maupun ekstern dapat memaham kondisi
keuangan koperasi secara benar. Standar Akuntansi Keuangan adalah pedoman pokok
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan
unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan lebih berguna
dan dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan (Ikatan
Akuntan Indonesia, 1994). Adapun standar keuangan yang sekarang berlaku untuk
koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Agar laporan keuangan dapat dipahami secara benar dan dimanfaatkan
secara optimal, maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan Perkoperasian.
Dengan standar khusus ini
berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan karakteristik koperasi
sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan usaha koperasi.
Adanya ketidaksesuaian dalam
penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Per-koperasian akan
memungkinkan para pemakai informasi keuangan koperasi kurang percaya terhadap
kinerja koperasi, partisipasi anggota dan masyarakat akan menurun. Hal ini
tentunya akan mempengaruhi laju perkembangan usaha koperasi yang dapat dilihat
dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset, dan
pertumbuhan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Tidak terbuktinya hipotesis 2
diduga bahwa variabel kekayaan bersih tidak termasuk aspek yang kena dampak
langsung dari kepatuhan penerapan PSAK 27 ini. Kekayaan bersih memiliki
karakteristik yang berbeda dengan volume usaha dan sisa hasil usaha. Kinerja
koperasi yang tampak dirasakan secara langsung dalam 1 periode akuntansi adalah
kinerja yang berhubungan dengan pencapaian volume usaha dan sisa hasil usaha.
Kekayaan bersih bersifat akumulatif dari beberapa periode akuntansi sebelumnya.
Karakteristik kekayaan bersih yang demikian itulah diduga menjadi penyebebab
tidak terbuktinya hipotesis 2. Penelitian mendatang diharapkan dapat membentuk
model pengaruh penerapan PSAK terhadap pertumbuhan kekayaan bersih ini.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh kesimpulan sebagai berikut: KPRI di Kota Semarang termasuk dalam
kategori cukup dalam hal kepatuhan penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume usaha secara signifikan.
Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan kekayaan bersih. Penerapan PSAK No. 27 tentang
Akuntansi Perkoperasian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sisa hasil
usaha secara signifikan.
Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut: Pemerintah Kota melalui dinas terkait perlu upaya untuk
meningkatkan kesadaran kepada para pengurus/manajer KPRI di Kota Semarang dalam
hal kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Upaya ini
dapat dilakukan dengan pembinaan pembinaan secara kontinyu dan konsisten.
Pemerintah Kota juga bisa menghimbau kepada para bank bank kreditur koperasi
agar hanya mau melayani koperasi yang telah menyusun laporan keuangan secara
benar sesuai dengan PSAK Nomor 27. Kepada para anggota KPRI di Kota Semarang
disarankan pada saat Rapat Anggota Tahunan hanya mau menyetujui laporan
keuangan yang disampaikan oleh pengurus yang telah sesuai dengan PSAK Nomor 27.
Hal ini agar dapat menjadi pemacu para pengurus dan manajer untuk senantiasa
berupaya meningkatkan kepatuhan terhadap penerapan PSAK Nomor 27. Kepada para
peneliti yang akan datang disarankan untuk dapat meneliti faktor faktor yang
mempengaruhi rendahnya tingkat kepatuhan penerapan PSAK Nomor 27 bagi KPRI di
Kota Semarang pada khususnya dan koperasi pada umumnya.
Daftar Pustaka
Sitio, A. dan H. Tamba. 2001. Koperasi Teori dan Praktek.
Jakarta: Erlangga
Dep.Kop.PK & M. 1997. Petunjuk Standar Khusus Akuntansi
Koperasi. Dirjen Binkopkot. Jakarta
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. 2002. Himpunan
Kebijakan Koperasi dan UKM di Bidang Akuntabilitas. Jakarta: Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. 2004. Peningkatan
Kualitas Manajemen dan Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
Herliana. 2005. Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 (Revisi 1998) tentangAkuntansi Pekoperasian pada Koperasi Serba
Usaha di Kabupaten Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Ekonomi Universitas
Soedirman
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat
Khafid, M. dan S. Juni. 2006. Kelengkapan Pengungkapan Wajib
(Mandatory Disclosure) pada Laporan Keuangan KPRI di Kota Semarang. Jurnal
Ekonomi dan Manajemen DINAMIKA. Vol. 15
Sukamdiyo, I. 1996. Manajemen Koperasi. Jakarta: Erlangga
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. 2005. Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar