Halaman

Senin, 14 Oktober 2013

DAMPAK DARI ADANYA MOBIL MURAH

TUGAS SOFTSKILL BAHASA INDONESIA

MUKHLASIN
25211028
3EB10

Kelebihan dan Kekurangan Kebijakan Mobil Murah

Kelebihan

Dari beberapa pengunjung IIMS 2013 yang tengah melihat-lihat mobil murahnya Daihatsu ini mengatakan kalau mobil murah itu di lain sisi sangat menguntungkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan mobil.

"Seperti yang biasanya naik motor lalu mereka punya bayi, kasihan kalau kemana-mana bayi diajak naik motor. Ada rezeki sedikit bisa beli mobil ini, daripada beli mobil bekas mending beli mobil murah ini," kata Prasetya  kepada detikOto di IIMS akhir pekan lalu.

Hal senada juga dikatakan oleh Catur , ia sangat menyukai mobil murah dari pabrikan Daihatsu karena bentuknya yang imut dan juga harganya cukup terjangkau.

"Saya mau lihat-lihat dulu sebelum beli. Pas saya lihat tadi ternyata Ayla ini kabinnya luas dan juga saya tertarik melihat Ayla yang di modifikasi, tampilannya jadi keren," katanya sambil tersenyum.

Kekurangan

Ketika Prasetya dan Catur ditanya mengenai kekurangannya, mereka sama-sama mengatakan dan mempertanyakan dari segi keamanan dan keselamatannya.

"Jujur saja, untuk harga memang lebih murah, tapi yang perlu dipertanyakan soal safety-nya. Apalagi yang harganya Rp 76 jutaan itu, ada airbag-nya ga ya?," tanya Catur.
Apa dampak kebijakan mobil murah dan ramah lingkungan yang diterapkan pemerintah baru-baru ini?

Ini akan memberikan banyak dampak positif, seperti;
Pertama, akan menciptakan permintaan baru serta mendorong pertumbuhan pasar otomotif domestik karena akan semakin banyak orang memiliki kemampuan untuk membeli mobil.
Kedua, ini akan mendorong pabrikan mobil untuk lebih agresif berinvestasi di Indonesia guna membangun pabrik-pabrik baru untuk memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan. Ini juga akan dilakukan oleh Nissan, Suzuki dan Honda.
Ketiga, penanaman modal asing yang baru akan menciptakan lapangan kerja baru, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Bahkan, ini akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Keempat, ini akan memacu pabrikan mobil untuk membawa teknologi baru, serta membangun fasilitas riset dan pengembangan di Indonesia. Ini juga akan meningkatkan kualitas tenaga kerja di industri otomotif.
Kelima, kebijakan ini akan mendorong lokalisasi komponen, yang pada akhirnya akan memperkuat dan mendorong pertumbuhan industri komponen otomotif.
Keenam, ini akan meningkatkan citra positif industri otomotif Indonesia karena mobil ramah lingkungan cenderung menghasilkan emisi korban rendah sehingga mendukung pemeliharaan lingkungan secara berkelanjutan.

Kebijakan mobil murah kerap dikaitkan dengan rencana Indonesia menghadapi pasar bebas di kawasan Asia Tenggara. Bagaimana sebenarnya kesiapan sektor otomotif Indonesia?

Industri otomotif di Indonesia sebenarnya telah diregulasi sejak tahun 1999 dengan  diberlakukannya kebijakan otomotif oleh pemerintah yang secara substansial mengurangi bea masuk kendaraan dan suku cadang kendaraan. Industri ini selanjutnya juga diliberalisasi dengan dimasukannya industri otomotif di daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) pada 2002 yang ditandatangani oleh enam negara, yakni oleh Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Isi kesepakatan itu pada dasarnya mengurangi tarif intra-regional sebesar 0-5 persen.

Hingga saat ini, pemain otomotif yang ada telah memperoleh manfaat skala ekonomi dari  pasar domestik yang besar dan berkembang. Karena itu, beberapa pabrikan otomotif memilih beberapa perusahaan mobil Indonesia sebagai basis produksi untuk pasar ekspor. Misalnya, Astra International dipilih oleh pabrikan mobil Toyota, Daihatsu dan Isuzu untuk menjadi basis produksi kendaraan.

Di sisi lain, industri otomotif Indonesia  telah memiliki formasi tenaga kerja terampil akibat alih teknologi dari produsen, serta akumulasi pengalaman produksi untuk jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, industri otomotif ditunjang oleh industri komponen yang juga didukung oleh keahlian, teknologi dan modal dari pabrikan otomotif.

Apa saja keunggulan produk otomotif Indonesia bila dibandingkan dengan Thailand yang juga menjadi basis produksi otomotif kawasan?

Pasar otomotif Indonesia sejauh ini masih memiliki tingkat penetrasi mobil yang rendah, yakni 40 unit per 1000 penduduk dibandingkan dengan Thailand yang mencapai 140 unit per 1000 penduduk. Ini berarti ruang untuk pertumbuhan masih besar, apalagi didukung oleh populasi yang besar dan terus berkembang, yakni mencapai 250 juta jiwa, serta meningkatnya jumlah kelas menengah.

Keunggulan lainnya, Indonesia memiliki ketersediaan tenaga kerja murah dan  terampil, serta didukung oleh kuatnya pendukung industri komponen yang mengamankan ketersediaan komponen murah dan berkualitas. Sumber daya alam melimpah juga akan mengamankan pasokan bahan baku untuk industri komponen. Demikian halnya dengan ketersediaan pembiayaan murah dari bank dan perusahaan pembiayaan.


Apa kendala yang mengancam industri otomotif Indonesia dan perlu segera dibenahi untuk menghadapi persaingan bebas di ASEAN?

Pertama, Research & Development (R&D) di industri otomotif Indonesia masih relatif muda dan lemah. Tenaga kerja, sistem dan sarana untuk fasilitas R & D sebagian besar dilakukan oleh pabrikan otomotif, sedangkan keterlibatan insinyur lokal masih terbatas. Kedua, infrastruktur yang baik masih kurang, seperti listrik, komunikasi dan jalan tol untuk memastikan konektivitas antar negara dengan biaya logistik yang kompetitif. Ketiga, tumpang tindih peraturan pemerintah dan kebijakannya yang dapat menghalangi investasi.
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyo­no dan para pembantunya tampaknya sadar betul bahwa politik adalah seni memanfaatkan momentum. Maka ketika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mulai membenahi Jakarta dari kemacetan, serta popularitas dan elektabilitasnya kian tak terbendung, SBY memanfaatkan momentum: meluncurkan kebijakan mobil murah. Dia juga meneken PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang Mobil Murah dan Ramah Lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC).
Implikasinya, pada 9 September 2013 Astra Daihatsu Motor meluncurkan LCGC melalui varian Daihatsu Ayla yang dibanderol Rp 99,9 juta-Rp 120,75 juta. Pada hari yang sama, Toyota Astra Motor meluncurkan Toyota Agya yang dibanderol Rp 76 juta-Rp 106 juta. Daihatsu menargetkan tahun ini memproduksi hingga 30 ribu unit dan Toyota 15 ribu unit mobil, termasuk Ayla dan Agya.
Mobil murah memukul Jokowi dari dua sisi: menambah kemacetan Ibu Kota dan menafikan Esemka yang digagas sebagai alternatif mobil nasional. Data dari Gabung­an Penjual Kendaraan Bermotor (GPKB) menyebutkan 65%-75% pemesan mobil murah berasal dari Jabodetabek. Di sisi lain, pertumbuhan pasar otomotif juga paling tinggi di Jakarta. Maka, Ibu Kota paling terkena dampak dari kebijakan mobil murah tersebut.
Bagaimana dengan Jawa Tengah? Se­panjang 2013, Nasmoco Group menjual 7.500 unit Toyota per bulan di Jateng dan DIY. Angka ini lebih besar daripada tahun 2012 yang rata-rata 5.000 unit per bulan. Mobil murah itu akan mendongkrak penjualan hingga 90 ribu unit pada akhir 2013, karena pada Januari-Agustus sudah 60 ribu unit terjual.
Kemacetan
Hal ini tentu akan menambah kemacetan lalu lintas di kota Semarang yang dalam pandangan Djoko Setijowarno, Kepala LabTransportasi Fakultas Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Semarang, sudah mirip Jakarta (SM, 12/7/13). Masuk akal bila Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengikuti jejak Jokowi menolak mobil murah, pun Wali Kota Sura­karta FX Hadi Rudyatmo dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.
Sebaliknya, Wapres Boediono berpendapat bahwa mobil murah hanya menyumbang 3% jumlah mobil di Jakarta. Padahal, kebijakan mobil murah tersebut bertentangan dengan 17 instruksi Wapres tentang Per­masalahan Ibu Kota. Dasar hukum kebijakan mobil murah juga masih dipertanyakan, semisal terkait dengan penetapan PPnBM.
Selain bukan produk lokal, bukankah LCGC hanya strategi dagang? Sifat green yang konon ramah lingkungan itu di mana, bila ternyata masih berbahan bakar premium atau pertamax? Di mana pula low cost-nya bila ternyata nanti harganya naik secara bertahap? Sekadar contoh, kali pertama diluncurkan harga Toyota Avanza juga di bawah Rp100 juta, namun kini mencapai Rp 170 juta. Toyota Agya yang diklaim sebagai LCGC pun diprediksi demikian.
Mengapa pemerintah dan juga elite politik bergairah terhadap kebijakan mobil murah, dari SBY (Partai Demokrat), Boe­diono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa (PAN), Menteri Perindustrian MS Hidayat (Partai Golkar), hingga Menteri Perda­gangan Gita Wirjawan (peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat)?
Tampaknya mereka ketar-ketir dengan elektabilitas Jokowi sebagai bakal calon presiden 2014 yang tidak terkejar oleh tokoh mana pun. Maka, Jokowi dijadikan common enemy atau musuh bersama. Sebelum ini, Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais juga menyebut Jokowi tidak nasionalis.
’’Blessing in Disguise’’
Sebenarnya Jokowi bisa ngotot menolak kebijakan mobil murah dengan menggunakan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta yang tentu kedudukannya lebih tinggi ketimbang PP Nomor 41 Tahun 2013. Regulasi tersebut memberikan kewenangan khusus kepada Gubernur DKI membuat aturan tentang penataan Ibu Kota. Dalam konteks ini Jokowi perlu mengajak DPRD untuk bersama-sama membuat perda semisal membatasi peredaran mobil murah.
Jokowi mestinya juga tak perlu galau mengingat kebijakan mengenai mobil murah bisa menjadi pedang bermata dua, yang dapat menohok pemerintah pusat sendiri. Di satu sisi pemerintah pusat dinilai tidak berpihak pada industri lokal, semisal dalam kasus mobil nasional. Jokowi pernah mengeluhkan sikap pemerintah pusat yang masih angin-anginan memperlakukan rintisan industri lokal, khususnya otomotif yang mencoba berkembang, seperti pembuatan Esemka. Di sisi lain, pemerintah pusat bisa dituding ’’sengaja’’ memacetkan Ibu Kota demi keuntungan politik dan ekonomi semata.
Keuntungan politik? Para elite bisa menjegal elektabilitas Jokowi. Keuntungan ekonomi? Bisa jadi para pemangku kebijakan mendapat ’’upeti’’ dari produsen mobil murah atau rente dari impor LCGC.
Dalam konteks ini, Jokowi bisa menjadikan kebijakan LCGC sebagai blessing in disguise atau berkah di balik musibah. Musibah, karena Jakarta akan bertambah macet dengan kebertebaran mobil murah di jalanan. Berkah, Jokowi bisa menjadikan kebijakan tentang mobil murah dan ramah lingkungan tersebut sebagai alibi bila ternyata nanti ia tak berhasil mengatasi kemacetan Ibu Kota.
Yang jelas, bagi rakyat kebanyakan kebijakan mobil murah ini bisa menjadi berkah sekaligus musibah. Berkah, karena dengan harga murah mereka bisa memiliki mobil. Musibah, karena mereka bisa terjebak kemacetan luar biasa, terutama di Ibu Kota.
Karyudi Sutajah Putra, tenaga ahli DPR


http://oto.detik.com/otoshow/read/2013/09/23/145538/2366732/1506/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar