Kesimpulan dan Saran
Tulisan
sederhana ini berusaha memperoleh “kejernihan” pemahaman pembangunan pertanian
berwawasan agribisnis di Indonesia. Pelaku ekonomi pertanian sekaligus investor
utamanya adalah berjuta petani sebagai “pengusaha” agribisnis berskala mikro
dan kecil yang merupakan basis ekonomi kerakyatan, penopang ekonomi perdesaan
dan sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat perdesaan. Sosok
pertanian tersebut, --walaupun sangat potensial--, akan tetapi dihadapkan pada
berbagai “tekanan” baik secara internaldomestik maupun eksternal-globalisasi.
Kedua realitas “tekanan” tersebut secara konsisten telah, sedang, dan akan
terus meningkatkan “kegelisahan dan keprihatinan” petani dan pertanian kita.
Manakala tanpa upaya-upaya mendasar, pertanian dan agribisnis hanyalah akan
menjadi “mimpi buruk” bagi bangsa ini. Salah satu upaya mendasar untuk
menghindari “mimpi buruk” pembangunan pertanian dan agribisnis yang dikemukakan
adalah mengembangkan upaya kelembagaan (institutional building).
Institusi atau kelembagaan adalah suatu rules yang merupakan produk dari
nilai, yang diharapkan terus berevolusi dan menjadi bagian dari budaya (culture).
Hal itu merupakan prasyarat keharusan (necessary condition) untuk
menjadi “kunci pembuka” pengembangan agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan dan berkeadilan. Secara operasional, sosok koperasi agribisnis
dan korporasi (masyarakat) agribisnis dipandang sebagai bangun kelembagaan yang
mampu berperan dalam mewujudkan pembangunan pertanian sebagaimana yang
di-visi-kan. Mewujudkan upaya di atas tidaklah mudah dan sederhana.
Karakteristik, keunikan dan keragaman yang tinggi pada berbagai kegiatan
agribisnis di satu pihak, serta dinamika permintaan dan konsumsi yang sangat
tinggi memerlukan manajemen pengelolaan yang terintegrasi sebagai suatu syarat
kecukupan (sufficient condition). Diyakini, kunci utama untuk dapat
memanfaatkan segenap social capital yang ada pada masyarakat adalah
terletak pada kualitas sumberdaya manusia. Dalam hal ini yang terpenting adalah
bagaimana membangun SDM yang ada (dengan latar belakang dan kualitas yang
berbeda-beda) menjadi suatu team work yang harmonis. Banyak persoalan inefisiensi
kelembagaan yang disebabkan oleh ketidak-harmonisan SDM yang terlibat di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar