Nama : Mukhlasin
Npm : 25211028
Kelas : 4EB10
1. PT. INDOSAT TBK.
Pada laporan
keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya kerugian sebesar Rp
438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai wajar atas
transaksi derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of
Derivatifes-Net). Pengakuan atas kerugian ini muncul karena perusahaan
tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya.
Dalam PSAK no 55
”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan
bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas
analisa manajemen resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin
melindungi resiko dari transaksi derivatif ini. Selain itu suatu entitas
diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling
tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan.
Dalam surat yang
ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter) pada tahun 2004,
2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak manajemen
Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang
berkaitan dengan transaksi derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar
US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif ini
meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.
Kasus ini
memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh
perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai
terhadap transaksi derivatif yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini
pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba bersih perusahaan
maupun atas deviden yang dibagikan.
2.SKANDAL YUNANI DAN GOLDMAN SACHS
3. WorldCom
4. PANIN BANK VS. PT MATAHARI PUSAKATAMA
Yunani melakukan
transaksi cross-currency swaps dengan bank Goldman Sachs dimana utang
pemerintah Yunani dalam dollar dan yen ditukar dengan euro dalam jangka
waktu tertentu, lalu menukarnya kembali ke mata uang yang sesungguhnya
di masa depan. Transaksi tersebut terkesan normal, karena pemerintah di
Eropa memperoleh dana dari investor di seluruh dunia dengan menerbitkan
obligasi dalam yen, dollar, atau franc Swiss. Namun, mereka tetap
membutuhkan euro untuk membayar biaya harian mereka. Beberapa tahun
kemudian, obligasi tersebut akan dibayarkan kembali dalam nilai mata
uang asing yang sebenarnya. Namun, dalam transaksi antara Yunani dan
Goldman Sachs digunakan swap dengan nilai kurs fiktif yang mampu membuat
Yunani memperoleh dana yang lebih besar daripada nilai sesungguhnya
sebesar 10 milyar dollar atau yen. Dengan cara itu, goldman sachs secara
rahasia memberikan kredit sebesar 1 milyar dollar kepada Yunani. Kredit
yang disamarkan sebagai swap tidak dimunculkan di dalam laporan utang
milik Yunani. Hal ini dilakukan oleh Yunani untuk bertahan di dalam
batas utang demi mempertahankan posisinya sebagai anggota Uni Eropa.
Meskipun Yunani
mampu menyembunyikan utangnya, namun revisi oleh Eurostat pada akhirnya
dapat mengungkapkan kondisi defisit Yunani yang sesungguhnya.
3. WorldCom
Perusahaan telekomunikasi terbesar
kedua di Amerika Serikat, mengakui telah
Melakukan skandal akuntansi yang menyebabkan
perdagangan sahamnya di bursa NASDAQ terhenti.
Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut.
Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan
dengan cara memalsukan milyaran bisnis rutin sebagai
belanja modal, sehingga labanya overstated sebesar $11
milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400
juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya waktu, Bernard
Ebbers, untuk menutupi kerugian perdagangan
pribadinya. Ironisnya meski di dakwa telah
melakukan pemalsuan, konspirasi dan laporan
keuangan yang salah, mantan CEO WorldCom
tersebut mengaku tidak bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004;
Reuters, 2004).
2.
Enron Corp
Perusahaan
terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di bidang
industri energi, para manajernya memanipulasi
angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter
yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara
lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif
melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari
estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar
negerinya misal di India dan Brasil,
para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan.
Strategi yang salah, investasi yang buruk
dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan
ketimpangan neraca yang sangat besar dan harga
saham yang dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan orang
kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar pada nilai
pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus ini diperparah
dengan praktik akuntansi yang meragukan dan
tidak independennya audit yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen terhadap
Enron. Arthur Anderson, yang sebelumnya
merupakan salah satu “The big six” tidak hanya
melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron tetapi juga
telah melakukan tindakan yang tidak etis
dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang
berkaitan dengan kasus Enron. Independensi
sebagai auditor terpengaruh dengan banyaknya
mantan pejabat dan senior KAP Arthur Andersen yang
bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun
Anderson, dua raksasa industri di
bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam
dalam praktik akuntansi.
4. PANIN BANK VS. PT MATAHARI PUSAKATAMA
Pada tanggal 23
September 1996, PT. Matahari Pusakatama menerima fasilitas pinjaman
jangka panjang (PJP) dari Bank Panin sebesar Rp. 41,5 milyar dengan
jangka waktu kredit 5 tahun disertai jaminan Hak Tanggungan peringkat
pertama atas tiga bidang tanah berikut gedung Matahari Plaza senilai Rp.
41.499.999.911,. Mengingat pendapatan sewa yang diperoleh dari
Matahari Department Store adalah dalam mata uang US Dollar, PT. Matahari
Pusakatama melihat peluang untuk meminimalkan beban bunga pinjaman
rupiahnya melalui transaksi cross currency swap (swap). Tindakan
tersebut lebih dikenal dengan istilah hedging, yaitu suatu upaya untuk
melindungi risiko yang mungkin timbul di dalam suatu transaksi.
Cross currency swap
adalah kombinansi dari interest rate swap dan currency swap karena
transaksi ini berkenaan dengan suku bunga dan nilai tukar. Interest rate
swap adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan
mengikatkan dirinya untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada
pihak lain (B), dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu
jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan
kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dan suku
bunga tetap (fixed interest rate) atau mengambang (floating interest
rate) dan sebaliknya B menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan
pembayaran secara berkala kepada pihak A, pembayaran mana ditentukan
dengan merujuk pada jumlah pokok kalkulasi (notional amount/calculation
amount) yang sama dan suku bunga mengambang (floating interest rate)
atau tetap (fixed interest rate).
Currency swap
adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan
mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak
lain (B), dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah
pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi
tersebut saja (notional amount/calculation amount) dalam mata uang
tertentu dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap
(fixed interest rate), dan sebaliknya B menyetujui dan mengikatkan diri
untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada A, dimana pembayaran
ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang
disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional
amount /calculation amount) dalam mata uang tertentu dan suku bunga
mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed interest rate).
Pada tanggal 30
September 1996, PT. Matahari Pusakatama melakukan transaksi cross
currency swap (tukar menukar valuta) dengan Bank Panin, dengan jumlah
fasilitas sebesar US$ 17,9 juta dimana pembayaran dilakukan setiap 3
bulan sebesar Rp. 1 milyar ditambah bunga dengan pembayaran pokok
pinjaman terakhir sebesar Rp. 22,5 milyar dan jatuh waktu fasilitas
tersebut pada tanggal 30 September 2001. Transaksi cross currency swap
ini merupakan salah satu bentuk dari transaksi derivatif, dimana
transaksi cross currency swap ini berfungsi sebagai perlindungan
terhadap adanya gejolak nilai tukar dan bunga antar dua mata uang yang
berbeda.
Cross currency swap yang dilakukan antara PT. Matahari Pusakatama dengan Bank Panin adalah sebagai berikut:
PT. Matahari
Pusakatama berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total US$. 17,9
juta kepada Bank Panin yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan
sebesar US$ 431,406.38 ditambah bunga tetap sebesar 10,65% p.a, dengan
pembayaran cicilan terakhir sebesar US$. 9,706,643.66 - Bank Panin
berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total Rp 41,5 miliyar
kepada PT. Matahari Pusakatama yang dibayar secara cicilan setiap 3
bulan sebesar Rp. 1 Miliyar ditambah bunga tetap sebesar 19,75 % p.a.
dengan pembayaran cicilan terakhir sebesar 22,5 miliyar.
Sejak terjadinya
krisis pada pertengahan 1997, PT. Matahari Pusakatama mulai kesulitan
untuk memenuhi kewajiban swapnya karena pendapatan sewa dari Matahari
Department Store tidak berdasarkan nilai tukar pasar, namun hanya
menggunakan nilai tukar sebesar Rp. 4.000, /US$. Di sisi lain PT.
Matahari Pusakatama memiliki kewajiban pembayaran dalam mata uang US
Dollar kepada Bank Panin. Hal ini mengakibatkan cash flow mismatch pada
PT. Matahari Pusakatama yang pada akhirnya mengakibatkan PT. Matahari
Pusakatama tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya pada Bank Panin, baik
kewajiban atas PJP maupun kewajiban atas cross currency swap.
Untuk menyelesaikan
seluruh pinjamannya kepada Bank Panin, PT. Matahari Pusakatama minta
agar dilakukan restrukturisasi seluruh kewajiban. Proses restrukturisasi
telah mulai sejak akhir tahun 2000, dimana PT. Matahari Pusakatama
mengajukan unwind terhadap transaksi swap. Perincian atas transaksi
unwind yang dilakukan oleh PT. Matahari Pusakatama dilakukan berdasarkan
suratsurat konfirmasi transaksi unwind yang telah disetujui oleh PT.
Matahari Pusakatama. Dengan dilakukannya transaksi unwind tersebut, maka
kewajiban semula PT. Matahari Pusakatama untuk melakukan pembayaran US
Dollar berdasarkan transaksi swap telah berubah menjadi kewajiban
pembayaran dalam rupiah.
Pada akhir bulan
Juni 2001 telah dicapai kesepakatan restrukturisasi seluruh kewajiban
PT. Matahari Pusakatama. Kesepakatan ini dicapai dalam suatu pertemuan
dengan PT. Matahari Pusakatama di Bank Panin. Adapun garis besar
kesepakatan restrukturisasi adalah sebagai berikut:
1. Selambatnya pada
tanggal 29 Juni 2002 Bank Panin telah menerima dana initial payment
sebesar 20% dari total kewajiban PT. Matahari Pusakatama pada posisi
tanggal 29 Juni 2001;
2. Bank Panin akan memberikan diskon sebesar jumlah initial payment yang dilakukan oleh PT. Matahari Pusakatama.
3. Denda atas
tunggakan PJP akan dihapuskan, sementara tunggakan bunga akan
ditambahkan pada jumlah kewajiban setelah initial payment dan diskon;
4. Selanjutnya atas sisa kewajiban akan direstrukturisasi.
Bahwa karena PT.
Matahari Pusakatama tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya maka
Bank Panin mengajukan permohonan eksekusi Hak Tanggungan. Atas
permohonan PT. Matahari Pusakatama mengajukan bantahan. Menurut
keterangan saksi ahli Hariyadi Ramelan, dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan cross currency swap adalah bentuk transaksi derivatif yang dibuat
untuk menjadi sarana memprediksi nilai tukar rupiah atau tingkat suku
bunga dari perubahanperubahan yang mungkin akan terjadi pada nilai
tukar antar mata uang atau tingkat suku bunga.
Bahwa Para pihak
yang terlibat dalam permasalahan ini terikat secara hukum untuk memenuhi
prestasinya baik itu prestasi yang tercemin dari perjanjian kredit dan
perjanjian jaminan, perjanjian cross currency swap maupun perubahan dan
penegasan kembali terhadap perjanjian kredit dan perjanjian jaminan yang
memuat dua jenis fasilitas yaitu fasilitas pinjaman uang dan fasilitas
tukar menukar valuta (cross currency swap), dimana dalam
perjanjianperjanjian tersebut telah ditentukan secara pasti mengenai:
a. jangka waktu pembayaran
b. jangka waktu pembayaran tukar menukar valuta
c. bunga
d. denda keterlambatan
Bahwa selanjutnya
mengenai perjanjian cross currency swap yang ditanda tangani oleh kedua
belah pihak, didalamnya telah membuktikan adanya jadwal pembayaran yang
harus dilakukan oleh PT. Matahari Pusakatama, mengingat di dalam
perjanjian tersebut dimuat klausula mengenai pembayaran oleh PT.
Matahari Pusakatama kepada Bank Panin yang dilakukan dalam US Dollar dan
dari Bank Panin kepada PT. Matahari Pusakatama dalam bentuk rupiah.
Bahwa transaksi
derivatif yang berupa cross currency swap dalam perkara ini merupakan
perjanjian yang dibuat berdasarkan hukum Indonesia Asas kebebasan
berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup
sebagai berikut:
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya.
4. Kebeban untuk menentukan obyek perjanjian.
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang
membuatnya, oleh karena itu para pihak sudah selayaknya PT. Matahari
Pusakatama dan Bank Panin selaku pihakpihak di dalam PJP dan cross
currency swap terikat dengan klausula yang ada di dalam perjanjian
tersebut.
Di dalam Pasal 3 UU
No. 4 Tahun 1996 disebutkan mengenai 3 jenis hutang yang dapat dijamin
pelunasannya dengan hak tanggungan berdasarkan 2 jenis perjanjian yaitu
perjanjian utang piutang dan perjanjian lain, dimana hutanghutang
tersebut adalah: 1. Hutang yang telah ada; 2. Hutang yang baru akan ada,
tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah tertentu; 3. Hutang
yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah
yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan ditentukan
berdasarkan perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain yang
menimbulkan hubungan hutang piutang yang bersangkutan Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut di atas terbuktilah bahwa hutang dari cross
currency swap juga dapat diikat dengan jaminan pembebanan Hak
Tanggungan. Maka dari itu, PT. Matahari Pusakatama memang telah
melakukan suatu tindakan wanprestasi dengan tidak melaksanakan kewajiban
yang telah diatur di dalam perjanjian yang telah mereka sepakati
bersama, sehingga Bank Panin memiliki hak untuk mengajukan eksekusi atas
apa yang menjadi hak tanggungannya.
3. PT MAYORA INDAH VS BANKERS TRUST INTERNATIONAL PLC, CS
Gugatan PT Mayora
Indah terhadap Bankers Trust International dan pihakpihak yang terkait
dengannya didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal
30 Oktober 1998. Hal tersebut dipicu dengan adanya transaksi derivatif
currency and interest rate swap berupa penjualan US$ 51,313,629 pada
kurs Rp 2.436/US$ per 14 Juli 2004. Atas transaksi tersebut, disepakati
PT Mayora Indah akan membayar suku bunga mengambang dan menerima suku
bunga tetap. Bankers Trust dianggap memberikan nasehat yang menyesatkan
PT Mayora Indah sehingga terlibat dalam transaksi yang merugikan. Dalam
nasehatnya Bankers Trust mengemukakan bahwa PT Mayora Indah akan
memperoleh keuntungan berupa penghematan pajak, cash flow dan
penghematan biaya.
Ternyata di dalam
perjalanannya tidak ada diantara yang dijanjikan tersebut tercapai,
malah yang terjadi sebaliknya. Per 31 Desember 1997 PT Mayora Indah 21
membukukan kerugian bersih dari transaksi derivatif sebesar Rp. 113,31
milyar. Bahwa Bankers Trust memberikan nasehat kepada PT Mayora Indah
untuk melakukan transaksi derivatif swap dalam bidang spekulasi bunga
untuk penghematan biaya. Bankers Trust juga memberi nasehat bahwa
tingkat suku bunga rupiah sebesar 15 % sama nilainya dengan tingkat suku
bunga US Dollar di pasar antar bank ditamabah 1,4% 1,45 % atas uang
pokok senilai Rp. 100 miliyar. Atau bunga rupiah per tahun US$ LIBOR +
1,4 % 1,45 % . Uang pokok Rp. 100 Miliar tersebut hanya nilai fiktif
(Bankerst Trust memakai istilah “a notional amount” atau suku bunga
dihitung dari uang pokok (principal) yang tidak pernah ada atau fiktif.
Bankers Trust juga memberikan jaminan bahwa mereka sangat ahli dalam
transaksi derivatif dan full service dari mereka akan bermanfaat bagi PT
Mayora Indah. Selain itu Bankers Trust juga meyakinkan PT Mayora Indah
bahwa transaksi derivatif akan memberikan keuntungan baginya berupa arus
kas yang positif dari perbedaan tingkat suku bunga rupiah dan suku
bunga US Dollar. Bahwa perikatan diantara PT Mayora dengan Bankers Trust
didasarkan atas paksaan, kekhilafan atau penipuan sehingga menerbitkan
suatu tuntutan untuk membatalkannya (Pasal 1449 KUHPerdata) maka dari
itu unsur kesepatan sebagaiman dianut oleh Pasal 1320 KUHPerdata tidak
terpenuhi.
Tindakan dari
Bankers Trust juga bertentangan dengan SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR
dimana Bankers Trust tidak pernah melaksanakan ketentuan Pasal 5 (1) SK
Dir BI tersebut, Bankers Trust tidak pernah memberikan penjelasan apapun
terhadap PT Mayora Indah mengenai resiko yang akan timbul 22 dari
transaksi tersebut dan PT mayora tidak pernah menandatangani Risk
Disclosure Statement Bahwa mengingat sifat dari transaksi
derivatif/cross currency swap transaction adalah spekulasi dan
pengetahuan dan keahlian memprediksi mata uang sangat sedikit bagi
nasabah dibandingkan dengan Bank, maka untuk melindungi masyarakat Bank
Indonesia menerbitkan SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR yang membatasi
transaksi derivatif secara terbatas dengan persyaratan yang sangat
berat.
Dengan demikian
Bankers Trust dinilai sengaja menjerumuskan PT. Mayora Indah karena
tidak memberikan semua fakta yang berkaitan dengan melemahnya mata uang
rupiah terhadap US Dollar. Penulis berpendapat, dalam kasus PT. Mayora
Indah ini transaksi derivatif yang dilakukan bukan merupakan tindakan
hedging yang memenuhi unsurunsur dari prudential banking, karena master
agreement dari transaksi tersebut juga merupakan hal yang fiktif,
sehingga tidak memenuhi keabsahan dari transaksi derivatif.
Sumber :
http://memebali.blogspot.com/2013/06/contoh-kasus-kecurangan-derivatif.html
Kredit Macet Rp 52
Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat JAMBI, KOMPAS.com – Seorang
akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor
untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang
Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal
ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi
tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif
tersebut. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI
yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah
kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi,
terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan
publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan
tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam
laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke
BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam
laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan
dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan
laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan
keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan
pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas
Fitri. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi
Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu
sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya
data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus
lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein
Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat
semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Tersangka Effendi Syam
melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan
siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52
miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak
penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan komentar
banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut. Kasus kredit
macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini
pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein
Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan
tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat
penilai pengajuan kredit.
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Tidak ada komentar:
Posting Komentar