Halaman

Kamis, 23 Januari 2014

Itensitas Banjir di Jakarta Pra dan Pasca Gubernur Jokowi



TUGAS SOFTSKILL BAHASA INDONESIA

MUKHLASIN
25211028
3EB10


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dinobatkan sebagai satu dari 134 tokoh terkemuka dunia versi pembaca majalah 'Foreign Policy' terbitan Amerika Serikat. Meski mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut, Jokowi tetap kalem.

"Ya biasa saja. Wong selama jadi gubernur saja saya belum pernah ke Amerika. Kalau dulu sih rutin. Jadi saya tidak ngerti kenapa bisa dinobatkan seperti itu," ujar pria yang memiliki bisnis mebel di Solo tersebut sesaat sebelum meninggalkan gedung Balaikota, Rabu (11/12) malam.

Jokowi sendiri mengaku tidak tahu bahwa dirinya dinobatkan sebagai tokoh terkemuka dunia dan disejajarkan dengan pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus, dan mantan kontraktor pada Badan Keamanan Nasional AS (NSA) Edward Snowden.

Meski demikian, ia mengatakan bahwa penobatan tersebut tidak akan mengubah dirinya. "Apa ada yang beda dengan saya dari tahun kemarin? Baju tidak pernah ganti. Wajah juga biasa saja, tidak ganti-ganti," ujar mantan Walikota Solo itu sambil terkekeh.

Sebuah majalah terbitan Amerika Serikat, 'Foreign Policy', telah menobatkan Jokowi sebagai satu dari 134 tokoh terkemuka dunia. Nama Jokowi masuk dalam kategori 'Challengers' atau tokoh dengan gebrakan baru.

Dalam situs webnya, majalah tersebut menyebut bahwa pria lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu menjadi sangat populer berkat aksi 'blusukan'. Maklum, Jokowi memang gemar turun langsung ke lapangan untuk melihat masalah di masyarakat. Aksi 'blusukan' itu tidak pernah luput dari sorotan media, mulai dari media nasional hingga media asing.

Menjelang 100 hari masa kepemimpinannya, Gubernur Joko Widodo (Jokowi) diuji oleh bencana banjir yang melanda di hampir sebagian wilayah Jakarta. Apalagi menurut ramalan cuaca BMKG, curah hujan di Jabodetabek masih cukup tinggi hingga akhir bulan Januari 2013. Akhirnya, Jokowi menyatakan Jakarta dengan status Siaga 1 bencana banjir, setelah mengetahui banjir mengancam di sebagian besar daerahnya.

Sejak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur, Jokowi dan Ahok menerima banyak menghadapi rintangan dalam bekerja. Rintangan tersebut adalah orang-orang di sekelilingnya, yang merupakan ‘warisan’ dari pemerintahan sebelumnya. Misalnya, aksi-sidak Jokowi di beberapa kantor kelurahan dan kecamatan, serta aksi Ahok memimpin rapat yang terekam di situs www.youtube.com. Tapi bagi keduanya, rintangan itu bisa dilalui. Bahkan mantan Gubernur Sutiyoso yang mencibir ‘blusukan’ Jokowi dan Farhat Abbas yang menghina Ahok, langsung dibela masyarakat.

Tapi kali ini situasinya berbeda. Alam sepertinya berkehendak lain. Musim penghujan masih melanda kawasan ibukota dan sekitarnya. Selama sepekan terakhir, intensitas curah hujan sulit diprediksi dan tampaknya tak kunjung berhenti dari hari ke hari. Permukaan tanah Jakarta mulai bersifat jenuh dan enggan menyerap air. Aliran air sungai di wilayah Jakarta yang lamban mencapai Laut Jawa, kini terus menampung air hujan di Jakarta, kemudian diperparah oleh ‘kiriman’ air dari daerah pinggiran Jakarta. Akibatnya bisa ditebak, sebagian besar wilayah Jakarta dikepung banjir.

Memang, bencana banjir bukan salah Jokowi, karena bencana ini sudah terjadi pada pemerintahan sebelumnya Bang Kumis, Bang Yos, Bang Ali Sadikin dan Abang-abang lain yang pernah menjadi penguasa Jakarta. Tapi dengan kondisi banjir saat ini di daerah aliran sungai (DAS), bukan berarti pemerintahan Jokowi-Ahok lepas dari kesalahan. Salah satu faktor yang menyebabkan Jokowi menjadi ‘kambing hitam’ bencana banjir, adalah jika ia dan seluruh aparaturnya tidak melakukan koordinasi.

Maka itu, komunikasi sangat menentukan penanganan banjir di Jakarta. Tak ada gunanya teknologi ponsel dan jaringan kamera CCTV, jika Jokowi tidak melakukan koordinasi yang intens. Komunikasi ini sangat efektif dan efisien, untuk mengurangi resiko korban jiwa di lapangan. Salah satu hal terpenting dalam berkomunikasi saat banjir melanda adalah pemenuhan logistik di tempat-tempat pengungsian dan pengaturan lalu lintas di saat macet.

Selain itu, sudah saatnya Jokowi kembali membangun komunikasi jangka panjang dengan gubernur Jawa Barat dan Banten, yang secara geografi merupakan daerah penyangga ibukota negara ini. Komunikasi ini harus lebih serius dan mendapat legaligas dari Pak Beye, presiden kita. Sebagai ibukota negara, masalah banjir di Jakarta bukan saja merupakan tugas seorang Jokowi, tapi butuh dukungan dari presiden.

Saya berharap, Jokowi belum terlambat menjalin komunikasi. Jokowi juga harus didukung kinerja anak buah yang loyal dan bukan anak buah ABS (asal bos senang). Dengan demikian, banjir yang sudah di depan mata bukan lagi dipandang sebagai sebuah musibah alam, tapi dipandang bagaikan kunjungan seorang sahabat, yang harus diterima dengan segala konsekuensi kekurangan yang ada. Jika Pemprov DKI Jakarta berhasil mengelola banjir dan dampaknya bagi seluruh lapisan masyarakat, niscaya, hasil ujian Jokowi dkk berhasil memuaskan.

Sumber :
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar