1PENDAHULUAN
A. TUJUAN
1. Memberikan pengenalan dan wawasan tentang sistem produksi dan manajemen produksi serta ukuran kinerjanya.
2. Memberikan pengetahuan tentang keputusan yang perlu dilakukan di dalam manajemen produksi serta ruang lingkupnya.
3. Memberikan pengetahuan tentang kaitan antara strategi bisnis / korporasi dengan strategi operasi
B. PENGANTAR
Didalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya, diantaranya terdapat tiga fungsi pokok yang selalu dijumpai yaitu :
1. Pemasaran (marketing) yang merupakan ujung tombak dari unit usaha, sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen.
Keterkaitan ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan jumlahnya) maupun pelayanan dan pengantaran produk ketangan konsumen.
2. Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana guna pembiayaan aktivitas unit usaha serta pengelolaan dana secara ekonomis sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha dapat dipertahankan.
3. Produksi (operasi) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen. Mata kuliah ini mencoba membahas tentang manajemen produksi. Pada sesi pembuka ini akan dibahas tentang pengertian sistem produksi, karakteristiknya begitu juga tentang manajemen produksi dan pengukuran kinerja. Selain itu akan dibahas pula tentang ruang lingkup keputusan yang perlu diambil serta strategi operasi yang merupakan penjabaran dari strategi bisnis / korporasi.
I. SISTEM PRODUKSI
Pada masa lalu pengertian produksi hanya dikaitkan dengan unit usaha fabrikasi yaitu yang menghasilkan barang – barang nyata seperti mobil, perabot, semen dsb, namun pengertian produksi pada saat ini menjadi semakin meluas. Produksi sering diartikan sebagai aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan nilai masukan (input) menjadi keluaran (output). Dengan demikian maka kegiatan usaha jasa seperti dijumpai pada perusahaan angkutan, asuransi, bank, pos, telekomunikasi, dsb menjalankan juga kegiatan produksi. Secara skematis sistem produksi dapat digambarkan sbb:
Ada sekurang – kurangnya 4 perbedaan pokok antara usaha jasa dan usaha pabrikasi, yaitu :
a. Dalam unit usaha pabrikasi keluarannya merupakan barang real sehingga produktovitasnya akan lebih mudah diukur bila dibandingkan dengan unit usaha jasa yang keluarannya berupa pelayanan
b. Kualitas produk yang dihasilkan dari usaha pabrikasi lebih mudah ditentukan standarnya
c. Kontak langsung dengan konsumen tidak selalu terjadi pada usaha pabrikasi sedangkan pada usaha jasa kontak langsung dengan
konsumen merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan
d. Tidak akan dijumpai adanya persediaan akhir di dalam usaha jasa sedang dalam usaha pabrikasi adanya persediaan sesuatu yang sulit dihindarkan.
Secara garis besar transformasi produksi dapat diklasifikasikan :
o Transformasi pabrikasi yaitu suatu transformasi yang bersifat diskrit dan menghasilkan produk nyata. Suatu transformasi dikatakan bersifat diskrit bila antara suatu operasi dan operasi yang lain dapat dibedakandengan jelas seperti dijumpai pada pabrik mobil, misalnya.
o Transformasi proses yaitu suatu transformasi yang bersifat continue dimana diantara operasi yang satu dengan operasi yang lain kurang dapat dibedakan secara nyata, seperti dijumpai pada pabrik pupuk dan semen, misalnya.
o Transformasi jasa yaitu suatu transformasi yang tidak mengubah secara fisik masukan menjadi keluaran; dalam hal ini secara fisik keluaran akan sama dengan masukan, namun transformasi jenis ini akan meningkatkan nilai masukannya, misalnya pada perusahaan angkutan. Sistem transformasi jasa sering disebut sebagai system operasi.
Ditinjau dari kedatangan konsumen dan jumlah yang diminta, transformasi
produksi dapat dibedakan atas :
o Job shop, transformasi produksi bekerja bila ada pesanan saja. Jumlah pesanan relatif tidak terlalu besar dan jenis produk yang dipesan tidak standar sesuai dengan permintaan konsumen
o Flow shop, transformasi produksi akan selalu bekerja baik ada pesanan maupun tidak. Jumlah pesanan biasanya relatif besar dan jenis produksinya standar.
Flow shop dapat dibedakan atas :
- Flow line / batch
- Assembly line
- Continuous
o Project, adalah bentuk spesial dari transformasi produksi dimana hanya ada satu atau beberapa pesanan yang spesifik dari konsumen.
Karakteristik umum dari ketiga jenis transformasi ini dapat dilihat pada
Dalam melakukan kegiatan produksi ada berbagai faktor yang harus dikelola yang sering disebut sebagai faktor – faktor produksi yaitu :
ü Material atau bahan
ü Mesin atau peralatan
ü Manusia atau karyawan
ü Modal atau uang
ü Manajemen yang akan memfungsionalisasikan keempat faktor yang lain.
Dengan demikian manajemen operasi berkaitan dengan pengelolaan faktor – faktor produksi sedemikian rupa sehingga keluaran (output) yang dihasilkan sesuai dengan permintaan konsumen baik kualitas, harga maupun waktu penyampaiannya. Sekilas telah disebutkan dari uraian di atas bahwa manajemen produksi operasi bertanggung jawab atas dihasilkannya keluaran (output) baik yang berupa produk maupun jasa yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan konsumen dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau serta disampaikan tepat pada waktunya. Bertitik tolak dari tanggung jawab ini maka ukuran kinerja suatu sistem operasi dapat diukur dari :
1. Ongkos Produksi
Bila dikaitkan dengan tujuan suatu sistem usaha, maka ukuran kinerja sering diukur dengan keuntungan yang dapat dicapai, namun seperti diuraikan diatas bahwa sistem produksi hanyalah salah satu dari sub sistem yang ada dalam suatu sistem usaha, sehingga untuk mengukur seberapa besar kontribusi sistem operasi di dalam pencapaian keuntungan bukanlah hal yang mudah. Oleh sebab itu untuk mengukur kinerja sistem produksi diambil ukuran waktu operasi tertentu (biasanya dalam waktu satu tahun)
Ongkos produksi ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk / jasa ketangan konsumen. Dengan ongkos produksi yang murah diharapkan bahwa produk / jasa dapat dipasarkan dengan harga yang dapat dijangkau oleh konsumen
2. Kualitas Produk / Jasa.
Kenyataan menunjukan bahwa konsumen tidak hanya memilih produk/jasa yang harganya murah namun juga produk/jasa yang berkualitas, oleh sebab itu baik buruknya suatu sistem produksi juga diukur dari kualitas produk/jasa yang dihasilkan. Ukuran kualitas produk yang dimaksudkan disini tentunya yang disesuaikan dengan selera konsumen bukan ukuran kualitas secara teknologi semata
3. Tingkat Pelayanan
Bagi konsumen untuk menilai baik buruknya suatu sistem produksi / operasi lebih dinilai dari pelayanan yang dapat diberikan oleh system produksi kepada konsumen itu sendiri. Berbicara mengenai tingkat pelayanan (service level) merupakan ukuran yang tidak mudah untuk diukur, sebab banyak dipengaruhi oleh faktor – faktor kualitatif, walaupun demikian beberapa ukuran obyektif yang sering digunakan antara lain :
Ø Ketersediaan (availability) dan kemudahan untuk mendapatkan
produk / jasa.
Ø Kecepatan pelayanan baik yang berkaitan dengan waktu pengiriman (delivery time) maupun waktu pemrosesan (processing time)
Agar dapat dicapai kinerja sistem operasi diatas maka seorang manajer produksi / operasi dituntut untuk mempunyai sedikitnya dua kompetensi, yaitu
Ø Kompetensi Teknikal yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pemahaman atas teknologi proses produksi dan pengetahuan atas jenis – jenis pekerjaan yang harus dikelola. Tanpa memiliki kompetensi teknikal ini maka seorang manajer produksi / operasi tidak akan mengerti apa yang sebenarnya harus diperbuat
Ø Kompetensi Manajerial yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber daya (faktor – faktor produksi) serta kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain. Kompetensi ini sangat diperlukan mengingat penguasaan pengelolaan atas faktor -– faktor produksi serta menjalin koordinasi dan kerjasama dengan fungsi – fungsi lain yang ada didalam suatu unit usaha merupakan keharusan yang tak dapat dihindarkan.
III. KEPUTUSAN ESENSIAL
Pengelolaan sistem produksi (manajemen produksi) akan melibatkan serangkaian proses pengambilan keputusan operasional, keputusan – keputusan taktikal bahkan keputusan strategis. Secara umum ada 5(lima) jenis kategori keputusan esensial didalam manajemen produksi, yaitu keputusan yang berkaitan dengan :
1. Proses Produksi
Keputusan yang termasuk dalam kategori ini pada prinsipnya berkaitan dengan penentuan wahana atau fasilitas fisik yang dipergunakan untuk terjadinya transformasi input menjadi produk / jasa. Keputusan yang dimaksud meliputi :
Ø Teknologi produksi
Ø Type peralatan
Ø Jenis proses dan aliran proses produksi
Ø Tata letak fasilitas
Pada umumnya keputusan – keputusan yang diambil dalam kategori ini berdampak jangka panjang dan tidak mudah diubah dalam waktu yang singkat (long term strategic decision)
2. Kapasitas
Keputusan – keputusan yang termasuk dalam kategori ini berkaitan dengan penentuan kemampuan sistem produksi untuk menghasilkan barang dalam jumlah dan waktu yang tepat. Dipandang dari sudut waktu dibedakan atas :
Ø Keputusan jangka panjang, antara lain penentuan kapasitas design sistem produksi, expansi kapasitas, integrasi vertikal, integrasi horisontal dsb
Ø Keputusan jangka menengah, antara lain penentuan sub kontrak, penambahan mesin, rekrutasi tenaga kerja dsb
Ø Keputusan jangka pendek, pada prinsipnya berkaitan dengan pengalokasian pendayagunaan sumber – sumber yang tersedia untuk menghasilkan barang yang diminta konsumen. Keputusan ini diantaranya adalah penjadwalan produksi (Scheduling & dispatching), pengaturan mesin dlsb.
3. Persediaan (Inventory)
Keputusan yang termasuk dalam kategori ini pada hakekatnya berkaitan dengan pengaturan material yang diperlukan untuk keperluan produksi, mulai dari pengaturan bahan baku, barang setengah jadi maupun produk jadi. Ditinjau dari segi permasalahan yang dihadapi, keputusan ini dapat dibedakan atas keputusan tentang operating system persediaan dan keputusan tentang policy persediaan
4. Tenaga Kerja
Mengelola orang merupakan pekerjaan terpenting yang perlu dibuat oleh seorang manajer mengingat tenaga kerja tidak hanya sebagai salah satu faktor produksi tetapi merupakan faktor penentu dari keberhasilan semua aktivitas didalam sistem produksi. Keputusan dalam kategori ini dimulai sejak proses seleksi karyawan sampai dengan pensiun. Adapun keputusan – keputusan rutin diantaranya penugasan karyawan, pengaturan lembur dan cuti, penggiliran kerja dan sebagainya
5. Kualitas Produksi
Manajer produksi bertanggungjawab atas kualitas dari barang / jasa yang dihasilkan, oleh sebab itu manajer produksi wajib untuk melakukan kegiatan – kegiatan agar produk / jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Tabel berikut ini merupakan salah satu contoh keputusan – keputusan yang dimaksud baik yang bersifat strategik maupun taktis.
IV. STRATEGI OPERASI
Strategi operasi merupakan penjabaran dari strategi bisnis / korporasi sehingga kelima kategori keputusan yang telah diuraikan diatas dapat diambil secara tepat dan konsisten. Dengan demikian strategi operasi akan memberikan arah untuk mengambil keputusan hubungan antara strategi bisnis / korporasi dan strategi operasi.
Strategi Bisnis / Korporasi
Dari gambar diatas nampak bahwa strategi operasi terdiri dari 4 komponen yaitu,
Misi, Kompetensi, Tujuan dan Kebijakan.
1. Misi (Mission)
Misi merupakan bagian dari strategi operasi yang mendefinisikan tujuan fungsi operasi / produksi dalam kaitannya dengan strategi bisnis / korporasi dengan kata lain misi merupakan penjabaran dari bisnis strategi dalam terminologi yang lebih operasional. Selain itu misi harus dapat menyatakan prioritas tujuan dari tujuan yang ingin dicapai
2. Kompetensi
Kompetensi merupakan sesuatu yang dapat dilakukan lebih baik dari pesaing yang ada. Tentunya kompetensi ini tidak lepas kaitannya dengan misi yang telah dinyatakan. Kemempuan manajemen untuk mengidentifikasikan kompetensi ini merupakan kunci sukses dari suatu sistem produksi. Kompetensi ini dapat diidentifikasikan dalam bentuk tujuan (objective) seperti lowest cost, highest quality, best delivery atau greatest flexibility, ataupun dalam bentuk sumber daya yang digunakan
3. Tujuan (Objective)
Tujuan fungsi operasi dapat dinyatakan dalam bentuk ongkos (cost), kualitas (quality), penyampaian (delivery), maupun flexibilitas (flexibility). Objective sedapat mungkin dinyatakan dalam bentuk yang terkuantifikasi dan dapat diukur serta merupakan operasionalisasi dari misi dalam bentuk yang terkuantifikasi dan dapat diukur, tabel 2 berikut ini merupakan contoh dari suatu tujuan strategi operasi.
Tabel 2.: contoh tujuan operasi
4. Kebijakan Operasi
Kebijakan operasi menyatakan tujuan operasi yang telah ditetapkan akan dapat dicapai. Kebijakan operasi ini harus dibuat untuk setiap kategori keputusan yang telah disebutkan terdahulu (proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan kualitas). Dengan demikian akan dapat dijumpai beberapa kebijaksanaan dalam suatu sistem produksi, tidak jarang bahwa kebijakan tersebut tidak selalu selaras bahkan saling bertentangan. Oleh sebab itu penentuan kebijaksanaan operasi merupakan ‘trade off” dari berbagai pilihan yang ada dengan berpegang pada tujuan yang telah dinyatakan. Tabel 3 berikut ini merupakan contoh dari suatu kebijaksanaan operasi.
V. SIKLUS PRODUKSI
Dalam pengelolaan rutin sistem produksi dapat diidentifikasikan adanya
siklus fabrikasi dan siklus penjadwalan, sebagai berikut :
1. Siklus Fabrikasi
Menurut Groover siklus fabrikasi suatu sistem produksi dapat digambarkan sebagai berikut :
2. Siklus Penjadwalan
Penjadwalan produksi merupakan kegiatan yang bersifat dinamis dalam artian bahwa kegiatan penjadwalan bukan merupakan kegiatan yang sekali jadi tetapi akan mengalami perubahan tergantung pada pelaksanaan dan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian penjadwalan merupakan suatu siklus yang dapat digambarkan pada gambar 4.
Dalam gambar diatas jelas terlihat bahan penyusunan penjadwalan operasi dimulai dari penentuan besarnya volume permintaan barang / jasa yang diminta oleh konsumen yang kemudian dilanjutkan dengan :
• Rencana pengaturan tenaga kerja
• Rencana pengaturan mesin / peralatan
• Rencana pengaturan material
Selanjutnya begitu jadwal disusun maka akan dioperasionalisasikan dalam bentuk pelaksanaan. Dalam kenyataannya tidak selalu pelaksanaan sesuai dengan rencana. Apabila timbul perbedaan antara pelaksanaan dan rencana maka perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap :
• Jadwal yang telah dibuat, ada kemungkinan rencana yang dibuat terlalu optimis sehingga sulit untuk dilaksanakan atau kemungkinan lain terjadi perubahan volume permintaan yang cukup berarti. Apabila hal ini terjadi maka perlu adanya perubahan rencana yang lebih realistis
• Pelaksanaan yang dilakukan, tidak jarang terjadi hambatan di dalam pelaksanaan baik yang berkaitan dengan manusianya maupun peralatan serta faktor – faktor eksternal lain yang mempengaruhinya. Apabila hal ini terjadi maka perlu diadakan perbaikan – perbaikan didalam pelaksanaannya. Dengan demikian akan terlihat bahwa antara proses perencanaan dan perbaikannya (pengendalian) akan selalu terjadi dan menggelinding secara kontinu. Oleh sebab itu antara perencanaan dan pengendalian merupakan 2 kegiatan yang harus dilakukan secara simultan oleh orang yang bertanggungjawab ata kelancaran suatu sistem usaha. Dari urutan tersebut nampak bahwa jadwal operasi tidak selalu sama dengan volune permintaan barang / jasa, sebab tidak semua volume permintaan akan dipenuhi jika sumber daya yang diperlukan untuk merealisasikan tidak tersedia.
2 ANALISIS & PERENCANAAN SISTEM KERJA
A. TUJUAN
Diharapkan peserta dapat memahami pentingnya produktivitas dalam usaha meningkatkan daya saing usaha, serta memahami cara–cara analisis, perancangan dan pembakuan sistem kerja dalam rangka perbaikan produktivitas kerja
B. PENGANTAR
Dalam era globalisasi ekonomi, pemerintah telah melaksanakan serangkaian deregulasi dan debirokrasi, karena hasil industri kita ditantang untuk dapat bersaing dalam pasar domestik maupun Internasional. Persaingan dalam pasar domestic tidak bisa dihindari, bukan hanya karena harus bersaing dengan produk dalam negeri yang sejenis, tetapi juga dengan produk – produk impor, karena kita tidak bisa lagi melakukan proteksi pasar terlalu ketat. Sudah tidak bisa disangsikan lagi, bahwa salah satu faktor yang dapat memperkuat daya saing adalah produktivitas, baik produktivitas mikro (usaha) maupun produktivitas makro. Banyak pidato – pidato, baik oleh para pakar maupun pemerintah, yang mendukung pentingnya produktivitas tersebut, namun, sebagaian besar baru berbicara tentang “Why ?” dan masih sedikit yang berbicara tentang “How ?“. Pokok bahasan ini lebih banyak ditujukan untuk menjawab “Bagaimana produktivitas itu dapat ditingkatkan ? Bagaimana merekayasa sistem kerja agar dapat menghilangkan pemborosan? “ Dalam lingkungan manajemen produksi, pokok bahasan ini sangat penting terutama untuk :
1. Menetapkan standar kerja yang akan berpengaruh pada ketelitian perencanaan / kepastian pencapaian sasaran yang rasional di seluruh kegiatan; baik perencanaan produksi, anggaran, perkiraan keuntungan maupun sasaran – sasaran kerja lainnya
2. Memberi kepastian kepada para pelaksana / operator, terutama dalam ketetapan prosedur operasional.
3. Memperbaiki produktivitas kerja.
C. PENDAHULUAN
Banyak pekerjaan diselesaikan lebih lama dari waktu yang sepantasnya dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Fujio Cho dari Toyota menyebut kejadian diatas sebagai pemborosan, yaitu segala sesuatu yang berlebih di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk.
Pada suatu pabrik / manufaktur misalnya, bentuk suatu produk kadangkala sedemikian rupa sehingga sulit untuk dikerjakan, atau kurang jelas / kurang baiknya metoda kerja, dapat memperpanjang waktu penyelesaian pekerjaan dari yang sepantasnya. hal serupa dialami pula oleh perkantoran (industri jasa) yang menerapkan prosedur administrasi yang berbelit – belit / birokratis, akan menyebabkan waktu pelayanan terhadap pelanggan menjadi lebih lama. Untuk mengatasi hal ini, secara teknis, mungkin bisa dibantu dengan tersedianya peralatan – peralatan kerja (teknologi) yang memadai, atau dengan melakukan perbaikan prosedur kerja, sehingga dapat menghilangkan pemborosan waktu kerja; atau dengan kata lain dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Tata letak (Lay out) peralatan atau keadaan ruang kerja yang kurang baik, merupakan penyebab lain terjadinya pemborosan; terutama akibat aliran proses kerja yang tidak lancer.
Para pekerja yang berasal dari kelompok sosial kerja yang mempunyai budaya kerja kurang produktif, juga merupakan unsur yang bisa memperlambat penyelesaian kerja; misalnya karena kurang disiplin, pemalas, kurang bertanggung jawab, atau kurangnya gairah kerja akibat kurang baiknya motivasi kerja.
Dalam lingkup yang lebih luas, pihak manajemen pun harus bertanggung jawab untuk mengatasi pemborosan waktu kerja. Ketidakmampuan manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan, misalnya kurang baik pengaturan penjadwalan / rencana kerja, atau kurang tepatnya kebijakan sumber daya manusia pada umumnya dapat menyebabkan borosnya waktu kerja manufaktur.
D. PERBAIKAN PRODUKTIVITAS
Di atas telah dijelaskan bahwa terdapat tiga hal pokok untuk melaksanakan perbaikan produktivitas, yaitu adanya pekerja yang mempunyai budaya kerja produktif, tersedianya teknologi yang memadai serta adanya kemampuan menajemen yang efektif. Perlu pula disadari bahwa untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi, memerlukan waktu yang panjang serta usaha yang berkelanjutan.
Untuk itu, upaya mencapai produktivitas yang tinggi merupakan program jangka panjang. Sasaran di atas (menurut pengalaman di Jepang) perlu ada dukungan faktor eksternal (situasi lingkungan kerjanya); yang mencakup keadaan politik, ekonomi dan sosial negara; keterlibatan para pemegang saham; serta kondisi usaha yang kompetitif.
Keadaan negara yang penuh damai serta keadaan politik dan ekonomi yang stabil, merupakan pra-syarat terciptanya ketiga faktor penunjang produktivitas. Jepang telah membuktikan hal ini. Walaupun Jepang tidak mempunyai sumber daya alam (bahan baku), namun sejak perang dunia II, Jepang telah menjadi negara yang cinta damai; dan dalam masa damai tersebut mampu mengerahkan sumber dayanya untuk bangkit menjadi negara yang maju tingkat kehidupan ekonomi nasionalnya.
Berkembangnya ekonomi nasional, akan meningkatkan pasar dometik. Lebih lanjut, kuatnya pasar, akan mendorong untuk tumbuhnya industri. Pada suatu saat, dimana pasar sudah jenuh, tumbuhnya industri akan tersaring secara alamiah oleh adanya situasi kompetisi diantara perusahaan – perusahaan yang efisien, yang akan mampu berkompetisi dan akan tetap bertahan.
Disamping itu, keterlibatan para pemegang saham / pemilik perusahaan, juga sangat mempengaruhi jalannya usaha.
Kalau kita coba telaah lebih dalam, maka terdapat perbedaan yang cukup tajam antara filosofis dasar manajemen Jepang dengan manajemen Barat, khususnya Amerika Serikat.
Dalam memilih strategi dan masalah – masalah pokok yang harus segera diatasi, hasil survey oleh Japan Management Association (JMA) pada bulan November 1979 menyatakan bahwa para pengusaha Jepang menetapkan dua isue kritis, khususnya 5 tahun setelah krisis minyak, yang terkait dengan prodiktivitas diatas, yaitu :
1. Rasionalisasi Investsasi untuk meningkatkan produktivitas
2. Pengembangan sumber daya manusia
Sedang keterlibatan para pemegang saham diperusahaan Jepang, tidak terlalu dominan; sehingga sebagian besar (64%, survey Nihon Keizai Shimbun, 1981) menyatakan bahwa pemilik perusahaan adalah para manajer, pekerja dan pemegang saham.
Di lain pihak, manajemen barat telah menetapkan atrategi dengan prioritas produk pasar; artinya manajemen Barat akan berusaha agar produk yang dibuatnya segera laku dipasar, dengan melakukan (antara lain) merger, investasi di luar negeri, promosi dan sebagainya.
Kondisi ini ditunjang oleh dominannya para pemegang saham dalam mempengaruhi jalannya usaha. Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan perusahaan agar cepat mendapat keuntungan (strategi jangka pendek); karena mereka menggunakan kriteria evaluasi terhadap suatu usaha, berdasarkan keuntungan tiap lembar saham.
Kedua filosofis diatas sangat berbeda. Manajemen Jepang, untuk menuju suatu pasar tertentu, telah didahului oleh kesiapan internal (akibat restrukturisasi internal / pengetahuan, teknologi, kemampuan berproduksi dan keterampilan tenaga kerja). Sedangkan manajemen barat, kesiapan factor internal menjadi prioritas kedua setelah kesiapan pasar.
Sasaran dari strategi manajemen Jepang, bersifat jangka panjang, dimana goalnya adalah memperbaiki image tentang barang – barang Jepang, dari barang yang meruh dan jelek, menjadi barang yang murah dan baik.
Untuk mencapai sasaran tersebut, manajemen Jepang menyadari akan pentingnya sumber daya manusia; sehingga pengembangan sumber daya manusia yang terintegrasi dengan pendidikan dan pelatihan, menjadi prioritas manajemen.
Lebih jauh, tercermin dalam sikap masyarakat Jepang, dimana para orang tua sangat antusias untuk menyekolahkan anak – anaknya pada tingkat pendidikan yang berkualitas. Sedangkan sasaran strategi manajemen barat, bersifat jangka pendek, yaitu bagaimana mendapatkan keuntungan secepat mungkin.
E. PENGARUH STANDAR PRODUKSI PADA PERENCANAAN KEUNTUNGAN
Diatas sudah dijelaskan tentang pentingnya produktivitas sebagai ukuran
performasi jangka panjang. Namun, performasi jangka pendekpun, perlu segera diamankan, sehingga para pengambil keputusan operasional, akan mampu bertindak tanpa berpengaruh negatif terhadap strategi jangka panjang perusahaan (produktivitas total).
Perencanaan keuntungan, adalah keputusan jangka pendek yang harus dibuat setiap perusahaan ketika mendapat pesanan atau ketika perusahaan akan menjual produknya. Untuk melakukan perkiraan tentang rencana keuntungan, struktur ongkos akan sangat berpengaruh, khususnya elemen ongkos langsung.
Sedangkan, elemen ongkos langsung, sangat dipengaruhi oleh besarnya standar produksi. Formula dasar persamaan ongkos operasi adalah : ongkos jam langsung dari setiap fasilitas produksi, kali waktu standar produksinya. Untuk itu, ketelitian perkiraan keuntungan, sangat dipengaruhi oleh ketelitian data tentang ongkos langsung dan waktu standar produksi.
Apabila perusahaan telah salah dalam memperkirakan waktu penyelesaian pekerjaan, maka ia akan salah dalam memperkirakan biaya pekerjaan (terlalu rendah), sehingga akan rugi. Sebaliknya, waktu penyelesaian pekerjaan yang terlalu cepat, akan terjadi perkiraan ongkos yang terlalu tinggi (overstatement),sehingga kemungkinan akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Untuk memperkirakan besarnya ongkos mesin / menit, dapat diperoleh dari data biaya yang berlaku atau dengan perkiraan dan dari data finansial. Agar ongkos mesin / menit ini rasional, perlu diadakan analisis untuk memisahkan ongkos langsung dan ongkos tidak langsungnya. Analisis ini dapat dilakukan oleh bagian keuangan dengan bantuan bagian produksi, dan dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Cukup diperlukan para analisis yang berpengetahuan.
Sedangkan penetapan standar waktu penyelesaian suatu pekerjaan, lebih membutuhkan waktu dan keterampilan / profesional. Untuk ini, bukan hanya diperlukan analisis yang berpengetahuan, tapi juga diperlukan analisis yang berpengalaman teknis tentang proses operasi, karakteristik mesin, kemampuan dan keterbatasan operator, serta sifat – sifat material.
F. ANALISIS DAN PERENCANAAN KERJA
Analisis standar produksi, merupakan bagian dari analisis dan perancangan kerja. Pada bab ini akan dibahas tentang cara – cara / metoda analisis kerja, menetapkan rancangan kerja dan pada akhirnya metoda penetapan standar kerja (produksi).
Secara umum proses kegiatan analisis dan perancangan kerja adalah penelaahan secara sistematis terhadap pekerjaan dengan maksud untuk :
1. Mengembangkan sistem dan metoda kerja yang lebih baik
2. Membakukan sistem dan metoda kerja yang sudah baik
3. Menetapkan waktu baku (standar produksi) untuk suatu pekerrjaan
4. Membantu melatih pekerja dalam melakukan pekerjaan dengan metoda kerja yang telah diperbaiki.
Dua unsur pokok dari analisis dan perancangan kerja adalah :
1. Perancangan Metoda Kerja (Method Design), dimaksudkan untuk menetapkan tata cara kerja atau menyederhanakan pekerjaan dan mengusulkan cara kerja yang lebih baik
2. Pengukuran kerja (Work Measurement), ditujukan untuk menetapkan waktu penyelesaian suatu pekerjaan secara wajar oleh pekerja yang normal dengan metode kerja yang sudah dirancang dengan baik.
G. TAHAPAN ANALISIS DAN PERANCANGAN KERJA
Secara umum, pelaksanaan Analisis dan perancangan kerja mengikuti 8 tahapan berikut :
1. Pemilihan pekerjaan yang hendak diteliti
2. Pencatatan segala fakta mengenai pekerjaan ke dalam bentuk penyajian yang memudahkan untuk analisis lebih lanjut
3. Mempelajari dengan seksama catatan yang telah dibuat dan mempertanyakan segala sesuatu mengenai pekerjaan untuk membuka peluang bagi perbaikan metoda kerja.
4. Pengembangan / perancangan alternatif metoda kerja yang lebih baik (beberapa usulan)
5. Perhitungan prestasi atau waktu baku untuk masing – masing metode kerja yang diusulkan
6. Pemilihan metoda kerja yang akan digunakan, kemudian menyusun petunjuk pelaksanaannya, berikut sasaran prestasi atau penetapan waktu baku
7. Pemberitahuan dan pelatihan metode kerja baru kepada para operator
8. Pengawasan pemeliharaan agar metode kerja tersebut selalu di jalankan sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya.
H. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Identifikasi permasalahan merupakan langkah awal dari pelaksanaan analisis dan perancangan kerja (perbaikan suatu sistem kerja). Identifikasi masalah akan berhasil apabila si analis mempunyai konsep berfikir , berrtindak sebagai berikut :
a. Tidak pasif; merasa tidak puas dengan kondisi yang ada
b. Mampu menemukan masalah ditempat kerja, khususnya pada tempat dimana sebelumnya tidak terpikir akan ada masalah.
Orang yang sudah merasa puas dengan kondisi yang ada akan menjadi pasif,
sehingga tidak akan pernah menemukan perbaikan atau kemajuan. Tumbuhnya rasa tidak puas merupakan awal perbaikan. Jika rasa tidak puas sudah tumbuh, harus segera diarahkan agar timbul perbaikan. Rasa tidak puas yang tidak terarah, akan menimbulkan keluhan dan kekecewaan yang akhirnya pekerja akan menjadi pasif.
Kemampuan menemukan permasalahan, merupakan syarat berikutnya untuk dapat melakukan identifikasi permasalahan. Penyelidikan secara seksama di suatu tempat kerja akan menolong kita untuk segera menemukan permasalahan.
Permasalahan yang potensial pada umumnya terjadi di tempat kerja dimana sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk membantu kita dalam identifikasi permasalahan, seperti :
1. Daftar pertanyaan (check sheets)
2. Peta – peta kerja
3. Diagram sebab akibat
4. Diagram pareto
a. Maksud pengerjaan ; Apa yang dikerjakan ? Mengapa ?
b. Pekerja ; Siapa yang mengerjakan ? Mengapa ?
c. Urutan Pekerjaan : Kapan dilakukan ? Mengapa ?
d. Tempat kerja : Dimana dikerjakan ? Mengapa ?
e. Cara mengerjakan : Bagaimana pengerjaannya ? Mengapa ?
I. PERANCANGAN METODA KERJA
Setelah data dan fakta dikumpulkan, kemudian dianalisa untuk mendapatkan metoda kerja yang lebih baik. Proses perbaikan metoda kerrja harus dilandasi oleh semangat “Tidak ada cara yang paling baik, tetapi selalu ada cara yang lebih baik” Untuk itu perlu usaha yang sungguh – sungguh dan kreatif dalam menemukan alternatif metoda kerja yang lebih baik.
Beberapa kemungkinan untuk perbaikan kerja, diantaranya :
1. Menghilangkan komponen benda kerja yang tidak perlu / tidak mempengaruhi / merubah fungsi produk (perbaikan desain)
2. Menghilangkan proses produksi / kegiatan / gerakan – gerakan kerja yang tidak perlu (perbaikan proses produksi)
3. Memperbaiki rancangan produk / rancangan produksi
4. Merancang alat bantu produksi
5. Menggabung beberapa proses (memperbaiki proses) produksi
6. Merubah urutan – urutan pengerjaan atau tata letak tempat kerja
7. Menyederhanakan metoda kerja
Beberapa obyek yang mungkin perlu diperbaiki, diantaranya :
1. Perancangan komponen benda kerja
2. Pemilihan bahan baku dan bahan pembantu yang tepat
3. Pemilihan mesin / perkakas dan alat bantunya
4. Proses manufaktur
5. Set up mesin dan perkakas
6. Kondisi lingkungan kerja
7. Lay out dan material handling
8. Manajemen
9. Operator
Beberapa “alat” atau prinsip – prinsip kerja yang biasa digunakan untuk
menemukan metoda kerja yang lebih baik diantaranya :
1. Studi gerakan
2. Prinsip – prinsip Ekonomi Gerakan
3. Ergonomi
4. Analisis Nilai (Value Analysis / Engineering)
Tabel 5 : Contoh Prinsip – prinsip Ekonomi Gerakan
A Check Sheet for motion Economy and Fatigue Reduction These twenty two rules or principles of motion economy may be profitably to shop and office work alike. Although not all are applicable to every operation, they do from a basis or a code for improving the efficiency and reducing fatigue in manual work.
J. PENGUKURAN KERJA
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur performansi suatu sistem kerja diantaranya :
1. Waktu kerja
2. Fisiologi kerja
3. Psikologi kerja
4. Sosiologi kerja
Pengukuran waktu kerja merupakan kriteria yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan ukuran performansi kerja.
Beberapa kegunaan pengukuran waktu kerja diantaranya :
1. Dasar untuk menetapkan waktu standar dan kecepatan produksi
2. Dasar menetapkan hari / jam kerja yang wajar untuk dasar menetapkan upah kerja serta target produksi
3. Dasar untuk melakukan perbaikan kerja lebih lanjut
4. Dasar untuk menyusun perencanaan dan pengendalian produksi yang wajar
5. Dasar penyusunan anggaran serta pengendaliannya
Teknik pengukuran waktu kerja dapat dibedakan atas :
1. Cara langsung; yaitu jika pengukuran dilakukan di tempat pekerjaan tersebut dilakuan.
2. Cara tidak langsung; yaitu perhitungan waktu didasarkan pada tabel – table yang sudah tersedia, dengan terlebih dahulu membakukan metode kerja yang digunakan.
Teknik pengukuran cara langsung yang paling banyak digunakan adalah teknik Jam Henti (Stopwatch Time Study) dan teknik Sampling Pekerjaan (Work Sampling). Pada dasarnya, teknik sampling pekerjaan akan dipilih sebagai teknik pengukuran untuk kondisi berikut :
• Kesulitan untuk mengenali siklus pekerjaan (terlalu besar)
• Penelitian ditujukan untuk menggambarkan fakta (tingkat produktivitas)
• Pekerjaan dilakukan oleh kelompok kerja
• Aktivitas (elemen pekerjaan) banyak / bervariasi
• Munculnya aktivitas tidak menentu (random)
PERHITUNGAN WAKTU BAKU
Rumusan waktu baku adalah sebagai berikut :
Waktu baku: waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan dengan metode kerja tertentu, pada kondisi terbaik saat itu.
a. pengukuran dengan Jam Henti :
b. pengukuran dengan teknik Sampling Pekerjaan :
J.1. PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI
Langkah – langkah pengukuran waktu kerja dengan jam henti dilaksanakan
dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Tetapkan tugas / aktivitas yang akan diukur
2. Pilih operator yang normal
3. Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor dan operatornya
4. Catat semua data yang berkaitan dengan sistem operasi kerja
5. Uraikan tugas atas elemen – elemen nya (aktivitas)
6. Laksanakan pengukuran waktu sejumlah N kali
7. Cek statistik data (keseragaman dan kecukupan)
8. Hitung waktu siklus (WS)
9. Tetapkan faktor penyesuaian (p) dan kelonggaran (l) kerja yang wajar
10. Hitung waktu normalnya (WN) = WS x p
11. Tetapkan Waktu Baku (WB) = WN x ( 1 + l )
J.2.PENGUKURAN KERJA DENGAN SAMPLING PEKERJAAN
Secara umum, langkah – langkah pelaksanaan sampling pekerjaan adalah :
1. Tetapkan aktivitas (elemen pekerjaan) yang akan diukur
2. Tetapkan jadwal pengamatan secara random
3. Laksanakan pengamatan
4. Cek statistik data
5. Analisis hasil studi; tetapkan rasio delay atau ukuran performansi atau waktu standar hasil pengukuran.
6. Khususnya untuk studi ratio delay / ukuran performansi; tarik kesimpulan dan saran perbaikan untuk memperbaiki metoda kerja yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar